Oleh: Muhammad Abduh Negara
Seluruh ulama, termasuk mu’tazilah, sepakat bahwa akal semata (tanpa bimbingan wahyu), bukanlah sumber hukum dalam Islam. Karena itu, hukum tidak boleh ditetapkan dengan berlandaskan sepenuhnya pada akal manusia semata.
Adapun konsep mu’tazilah bahwa baik dan buruknya sesuatu, yang berkonsekuensi pahala dan dosa, dapat ditemukan oleh akal, meskipun tidak ada penjelasan dari wahyu (syariat), tidak berarti akal berhak membuat atau menetapkan hukum. Bagi mereka, yang membuat dan menetapkan hukum hanya Allah ta’ala, hanya saja akal bisa menemukan hukum Allah tersebut pada sesuatu berdasarkan baik dan buruknya sesuatu tersebut secara zatnya. Ketika akal menilai sesuatu itu baik secara zatnya, maka diketahui hukum Allah atas sesuatu tersebut. Demikian juga, jika akal menilai bahwa ia buruk secara zatnya.
(Ushul al-Fiqh al-Islami, Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, Juz 2)
Leave a Reply