Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Anda Islami Jika Pro Oposisi?

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Saat berbicara tentang pentingnya saling menghormati, baik yang mengikuti pendapat boleh ikut pemilu demokrasi (baik sebagai peserta pemilu, maupun hanya sebagai pemilih) demi kemaslahatan Islam dan kaum muslimin, maupun yang mengikuti pendapat haramnya ikut pemilu demokrasi, sudut pandang yang saya gunakan sepenuhnya sudut pandang Islam.

Dari sedikit yang saya tahu, ulama kontemporer memang berbeda ijtihad dalam persoalan ini. Ada yang memutlakkan kebolehan ikut pemilu demokrasi demi kemaslahatan Islam dan kaum muslimin, ada yang membolehkan dengan syarat tertentu, ada yang mengharamkan. Karena ini perkara ijtihad, dan memang tidak ada nash sharih yang dilanggar, maka pendapat- pendapat yang ada layak dihormati.

Kok pendapat atau ijtihad ulama kontemporer? Ya, karena persoalan semacam ini memang baru ada di era kontemporer. Jadi wajar, fatwa atau ijtihad yang sesuai konteks, adalah fatwa atau ijtihad ulama di masa sekarang. Hal ini mirip dengan penyikapan terhadap kondisi dunia Islam saat ini serta langkah- langkah dakwah Islam di masa ini, tentu sangat perlu melihat fatwa dan ijtihad ulama kontemporer, karena merekalah para ahli fiqih yang menghadapi dan merasakan sendiri realita ini. Tentu tak cukup hanya sekadar mengutip dari teks masa lalu, yang bisa jadi sangat terkait erat dengan realita di masa itu.

Cara pandang saya tentang persoalan ikut pemilu demokrasi ini mungkin keliru, dan bisa dikritik, tentu dengan sudut pandang Islam juga. Saya tidak menerima kritik dengan sudut pandang selain Islam. Pandangan alam yang berbeda, memang meniscayakan simpulan pemikiran yang berbeda. Kalau dalam konteks ini, bukan koreksi yang diperlukan, tapi jidal.

Nah, saya sebenarnya berharap rekan-rekan warganet mencoba melihat segala persoalan saat ini, termasuk hiruk-pikuk politik praktis, pesta 2019, dukung-mendukung calon, dan hal-hal lainnya, dengan sudut pandang Islam. Bukan sekadar kubu- kubuan pilihan politik, yang sepertinya sudah terdikotomi sejak 2014. Anda pro rezim atau pro oposisi. Jika anda pro oposisi, maka carilah semua kesalahan rezim yang bisa digoreng, untuk menjatuhkan legitimasi mereka. Kalau anda pro rezim, maka hancurkanlah reputasi oposisi, kalau perlu semua pendukungnya dikriminalisasi. Dikotomi semacam ini, selain tidak jelas kemaslahatannya bagi umat Islam, jelas juga tidak didasari cara berpikir yang Islami. Dan beberapa kasus yang heboh di dunia maya belakangan ini, semakin menunjukkan hal ini.

Leave a Reply