Oleh: Muhammad Abduh Negara
Ada yang menganggap Al-Qaradhawi cenderung zhahiri pada bab pembatal puasa. Tapi saya tidak melihat kecenderungan tersebut.
Memang beliau menolak “muntah” dan “masuknya benda lewat lubang tubuh” sebagai pembatal puasa. Argumentasi beliau utamanya pada soal keshahihan Hadits-Hadits yang menyebutkan hal tersebut.
Yang mungkin terlihat oleh sebagian orang sebagai kecenderungan zhahiri adalah, penolakan beliau terhadap perluasan pembatal puasa pada bab “masuknya benda lewat lubang tubuh”, yang ini dibahas panjang lebar di kitab-kitab fiqih empat madzhab.
Namun kalau kita jeli, itu bukan karena beliau terpaku pada zhahir Hadits, tapi karena: (1) Keshahihan Hadits yang menjadi dasarnya sendiri dipermasalahkan oleh beliau, (2) Perluasan bahasan itu, bagi beliau sudah jauh keluar dari esensi hal-hal yang harus dihindari oleh orang yang puasa.
Hal yang semakin menunjukkan bahwa Al-Qaradhawi tidak cenderung pada zhahiri pada bab ini adalah, penegasan beliau bahwa tujuan puasa itu adalah menahan diri dari syahwat konsumtif (syahwat perut dan semisalnya) dan syahwat seksual.
Konsekuensi dari penegasan ini, ada dua. Pertama, beliau meragukan hal-hal yang dianggap membatalkan puasa oleh sekian fuqaha, yang menurut beliau tidak mengarah pada pemenuhan syahwat oleh orang yang berpuasa, seperti muntah dan masuknya benda ke dalam tubuh lewat rongga (lubang) tubuh.
Kedua, beliau memperluas cakupan pemenuhan syahwat ini, tidak hanya pada makan dan minum serta jimak. Karena itu misalnya, beliau menyatakan merokok itu membatalkan puasa, meskipun rokok bukan makanan atau minuman, karena aktivitas merokok itu bagian dari pemenuhan syahwat, seperti makan dan minum, selain ia juga secara umum (saat puasa atau tidak) haram hukumnya menurut beliau.
Beliau juga menyatakan, onani itu membatalkan puasa, karena itu merupakan pemenuhan syahwat bawah perut (sebagaimana jimak), yang harusnya ditinggalkan oleh orang yang sedang puasa, selain ia juga secara umum haram hukumnya.
Dari sini, anggapan sebagian orang bahwa Al-Qaradhawi cenderung zhahiri pada bab ini, tidak kuat, dan menunjukkan yang menganggap seperti itu tidak memahami nalar fiqih Al-Qaradhawi.
Wallahu a’lam.
Leave a Reply