Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Apakah Da’i Perlu Punya Penghasilan Selain Dari Dakwah?

Oleh: Muhammad Abduh Negara

1. Banyak dari ulama mutaqaddimin yang melarang mencari uang atau mengambil upah dari mengajar agama, karena menurut mereka mengajar agama itu kewajiban dan tak layak mengambil upah dari melaksanakan kewajiban. Dan kita kenal, secara umum, salafunash shalih memang memiliki tingkat ketaqwaan dan kewara’an lebih tinggi dari orang-orang setelahnya.

Sedangkan ulama mutaakhkhirin, banyak dari mereka yang membolehkan mengambil upah dari mengajar agama, dengan perincian yang berbeda-beda, salah satu argumentasinya adalah, kewajiban mengajar agama akan terabaikan jika para pengajarnya tidak boleh mengambil upah, sedangkan mereka juga perlu menafkahi diri dan keluarganya. Mereka akan lebih memilih sibuk mencari uang dan akhirnya majlis ilmu diabaikan.

Sebenarnya ada solusi, yaitu para pengajar agama ini mendapatkan tunjangan dari baitul mal untuk mencukupi kebutuhan mereka, sehingga mereka tak perlu mengambil upah. Namun masalahnya saat ini, di banyak negeri Islam, fungsi baitul mal ini sudah tidak ada.

2. Para ulama yang memiliki kelebihan dalam ilmu dan memiliki kemampuan dalam mengajar dan meneliti, jika ia disibukkan dengan bekerja di luar keilmuannya, maka potensi besarnya ini akan terabaikan.

Di kampus dan lembaga penelitian, mungkin sudah ada solusi, karena para doktor, profesor dan peneliti telah digaji sehingga mereka bisa fokus dalam bidang keilmuan. Masalahnya, apakah kampus bisa menampung semua ulama ini? Bagaimana dengan ulama atau thalabah yang berpotensi jadi ulama, yang tidak mengikuti jalur kampus formal sehingga tak punya gelar akademik, siapa yang membiayai mereka?

3. Mungkin kita perlu bedakan antara ulama yang kerjanya memang dalam lingkup keilmuan, mengajar ilmu-ilmu keislaman, menulis dan meneliti, serta mengkader calon-calon ulama secara serius, dengan para da’i yang tidak alim, yang kerjanya dakwah dan mengajak kebaikan secara umum.

Bagi da’i yang tidak terlalu alim, dan kerjanya bukan dalam dunia keilmuan yang serius, meski mungkin ia sering tampil di TV, Youtube, diundang tabligh akbar, dll., sebaiknya memang tidak menggantungkan hidupnya dari dunia dakwah, apalagi kontak sana-sini untuk dapat jadwal ceramah, khutbah dan tabligh, agar dapat amplop untuk makan. Apalagi sampai mencantumkan tarif untuk ceramah, seperti para penyanyi dangdut dan stand up comedian. Dakwah Islam terlalu mulia jika diisi oleh orang-orang bermental seperti ini.

Namun bagi para alim yang bekerja serius dalam bidang keilmuan, menyuruh mereka mencari penghasilan di luar keilmuannya, akan membuat potensi dan amal mereka terhambat, padahal sisi maslahat fokusnya mereka dalam dunia keilmuan jauh lebih besar. Orang-orang seperti inilah yang layak mendapatkan gaji atau upah (dengan konotasi positif bukan negatif). Atau lebih baik lagi, mereka mendapatkan tunjangan yang cukup dari baitul mal atau lembaga milik umat Islam yang bisa mengganti sementara fungsi baitul mal.

Wallahu a’lam bish shawab.

Leave a Reply