Oleh: Muhammad Abduh Negara
Menurut Ibnu Rusyd (Syarh Bidayah Al-Mujtahid, Juz 1, Halaman 34, Dar As-Salam, Mesir) ada tiga pendapat ulama tentang hukum berkumur (madhmadhah) dan memasukkan air ke hidung (istinsyaq) dalam wudhu, yaitu:
1. Keduanya sunnah dalam wudhu. Ini adalah pendapat Malik, Asy-Syafi’i dan Abu Hanifah.
2. Keduanya wajib dalam wudhu. Ini adalah pendapat Ibnu Abi Laila dan sekelompok ulama pengikut Dawud Azh-Zhahiri.
3. Istinsyaq wajib sedangkan berkumur sunnah. Ini adalah pendapat Abu Tsaur, Abu ‘Ubaid dan sekelompok ulama Zhahiriyyah
Penyebab mereka berbeda pendapat adalah perbedaan mereka dalam mengkompromikan dalil-dalil yang ada, yaitu:
1. Ayat Al-Qur’an tentang wudhu (QS. Al-Maidah [5]: 6), yang tidak menyebutkan aktivitas berkumur dan istinsyaq.
2. Hadits-Hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang menunjukkan Nabi berkumur dan istinsyaq dalam wudhu. Dan berkumur diriwayatkan dari perbuatan Nabi, sedangkan istinsyaq diriwayatkan dari perintah (perkataan) dan perbuatan Nabi.
Bagi yang menganggap Hadits-Hadits yang ada, itu bertentangan dengan ayat Al-Qur’an yang tidak menyebutkan berkumur dan istinsyaq, dan menganggap yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an itulah yang wajib dilakukan dalam wudhu, mereka mengalihkan hukum berkumur dan istinsyaq yang disebutkan dalam Hadits dari wajib kepada sunnah, agar tidak bertentangan dengan ayat Al-Qur’an.
Bagi yang menganggap tidak ada pertentangan antara ayat Al-Qur’an dan Hadits-Hadits tersebut, mereka membawa Hadits tersebut sesuai makna zhahirnya. Yang tidak membedakan antara perintah (perkataan) dan perbuatan Nabi, menganggap berkumur dan istinsyaq sama-sama wajib hukumnya.
Sedangkan yang membedakan antara perintah (perkataan) dan perbuatan Nabi, menganggap istinsyaq hukumnya wajib karena itu dari perintah Nabi, sedangkan berkumur hukumnya sunnah karena hanya berasal dari perbuatan Nabi.
Catatan:
1. Sebenarnya, ada riwayat yang berisi perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berkumur saat berwudhu, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Al-Baihaqi, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Namun Hadits ini dianggap tidak shahih oleh Ibnu Hazm, Ibnu ‘Abdil Barr dan Ibnu Rusyd. Hal ini sudah pernah saya sampaikan di artikel yang saya tulis di awal tahun 2018, yang berjudul, “Hukum Berkumur dan Istinsyaq Dalam Wudhu (Kajian Fiqih Hadits dan Ikhtilaf Ulama)”.
2. Pemahaman sebagian orang, bahwa perbedaan pendapat itu terjadi karena salah satu pihak mengikuti dalil dan pihak lainnya menyelisihi dalil, itu pemahaman yang keliru. Hanya sedikit perbedaan pendapat yang terjadi karena penyelisihan terhadap dalil, dan itu pun sudah diulas panjang lebar oleh para ulama klasik di kitab-kitab mereka. Kebanyakan perbedaan pendapat ulama terjadi karena perbedaan mereka dalam memahami kandungan makna dari dalil-dalil yang ada, atau cara mengkompromikan dalil-dalil yang terlihat bertentangan, dan seterusnya. Hal ini sedikit saya sampaikan di buku saya, “Mengapa Ulama Berbeda Pendapat?”.
3. Dengan mengetahui ragam pandangan ulama dalam satu persoalan fiqih, dan mengetahui dalil-dalil yang mereka gunakan serta penyebab mereka berbeda pendapat, akan membuat kita menyadari ketinggian ilmu para ulama tersebut dan kedalaman mereka dalam melakukan analisis dalil, serta menyadari bahwa proses menyimpulkan hukum dari dalil itu bukan proses yang gampang, sebagaimana waham orang-orang jahil.
4. Dengan memahami kerumitan analisis terhadap dalil dan wajarnya ulama berbeda pendapat dalam hal tersebut, membuat kita bisa bersikap lapang dada atas perbedaan pendapat mereka, dan tidak bersikap lancang dengan menuduh mereka menyelisihi dalil dan umpatan-umpatan buruk lainnya.
Wallahu a’lam.
Banjarmasin, 19 Jumada Ats-Tsaniyyah 1443 H / 22 Januari 2022 M
Leave a Reply