Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Ceramah Akhir Zaman Yang Ngawur

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Memahami agama itu tidak bisa terserah kita masing-masing, egaliter, semua berhak bicara. Agama itu punya otoritas, yaitu wahyu. Memahami wahyu ada seperangkat alat yang harus dikuasai dan proses yang harus dilalui, dan itu dimiliki oleh para ulama. Karena itu, dalam agama, perkataan ulama yang mu’tabar diikuti, perkataan orang kebanyakan tidak.

Karena tingginya posisi ulama dalam menjelaskan kandungan agama, maka umat Islam tak boleh terkecoh, salah membedakan antara orang alim dan penceramah yang sekadar hebat bicara atau hebat menulis.

Karena itu, harus jelas di mata kita, mana yang berbicara berdasarkan ilmu dan mengikuti penjelasan ulama otoritatif, yang layak diikuti, dan mana yang merupakan kengawuran sebagian penceramah di akhir zaman ini.

Karena itu, kesalahan fatal seorang penceramah dari afiliasi manapun, yang membuat umat Islam salah persepsi terhadap ajaran agamanya harus diluruskan bahkan dikritik keras. Tak peduli dari afiliasi, jamaah dan organisasi manapun.

Karena itu, sangat aneh ketika kesalahan fatal penceramah (misal tentang prediksi akhir zaman) jadi dimaklumi, diberi uzur, bahkan dianggap ijtihad yang berpahala, hanya karena yang banyak mengkritisi dari afilian yang kurang disukai.

Prediksi akhir zaman, dengan menetapkan entah secara pasti atau prediksi, tentang waktu, tempat dan keadaan, yang melampaui penjelasan nash, dan membicarakannya di tengah awam bahkan secara bombastis, jelas akan merusak persepsi umat Islam terhadap agamanya, juga membuat mereka keliru bersikap di akhir zaman ini.

Ya ikhwah, jangan karena anda tidak senang dengan Salafi mainstream di Indonesia, lalu anda jadi membela para penceramah prediksi akhir zaman yang jelas kesalahannya.

Yang berfatwa halal membunuh demonstran, atau polisi berijtihad membunuh terduga teroris tanpa pembuktian, itu jelas salah dan layak dikritik keras. Tapi kesalahan penceramah prediksi akhir zaman juga salah yang juga layak dikritik keras.

Keduanya salah, karena bicara tanpa ilmu. Berfatwa tanpa memenuhi syarat fatwa. Menjadi mufti padahal belum memiliki kelayakan berfatwa. Keduanya salah dan sama-sama merusak.

Leave a Reply