Oleh: Muhammad Abduh Negara
1. Salah satu najis yang dimaafkan, jika terkena badan atau pakaian orang yang shalat, adalah najis yang ada pada tanah jalan (طين الشارع). Arti dimaafkan di sini, shalat orang yang badan atau pakaiannya terkena najis ini, tetap sah.
2. Yang dimaksud طين الشارع di sini adalah semua tempat yang dilintasi atau dilewati oleh orang, baik jalan, lorong menuju pemandian umum, dan lain-lain.
3. Yang dibahas di sini adalah طين الشارع yang diyakini kenajisannya. Jika diyakini kenajisannya, ia dimaafkan (yu’fa ‘anhu). Sedangkan jika tidak diyakini kenajisannya, hukum asalnya suci. Sebagai contoh, An-Nawawi menegaskan kesucian air selokan yang diragukan kenajisannya.
4. Najis طين الشارع ini dimaafkan, meskipun ia berupa najis mughallazhah (najis berat). Juga, meskipun orang yang melewati jalan itu tanpa alas kaki, atau kakinya basah, dan tidak sedang turun hujan. Semua keadaan ini, najis طين الشارع tetap dimaafkan.
5. Tidak dimaafkan jika yang mengenai badan atau pakaiannya adalah ‘ain najis (fisik najis) itu sendiri, bukan najis yang bercampur tanah jalan (becekan tanah jalan). Ia tetap tidak dimaafkan, meskipun ‘ain najis itu meliputi seluruh jalan menurut Ibnu Hajar Al-Haitami, karena hal itu jarang terjadi. Beda halnya dengan tanah jalan (demikian juga air jalan) yang bercampur najis, karena hal itu sudah umum berlaku dan sulit dihindari.
Wallahu a’lam.
Rujukan: Busyra Al-Karim Bi Syarh Masail At-Ta’lim, karya Syaikh Sa’id bin Muhammad Ba’isyn Ad-Dau’ani, Halaman 220, Penerbit Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah, Jakarta, Indonesia.
Leave a Reply