Oleh: Muhammad Abduh Negara
Daftar pertemanan saya sekarang sekitar 4900-an orang. Sudah beberapa kali mencapai 5000 orang, namun kemudian berkurang lagi, entah dengan alasan apa. ‘Follower’ (yang entah sadar atau tidak, sedang mem-‘follow’ saya) jumlahnya sekitar 5000-an orang. Angka-angka ini jelas tidak berarti banyak, karena yang berinteraksi dan membaca status-status saya, hanya sedikit dari angka tersebut.
Apakah saya ingin status-status saya di-‘like’ oleh mereka? Jawabannya, bisa jadi ‘Ya’, bisa juga ‘Tidak perlu’. Saat menulis status, yang saya inginkan bukan ditekannya tombol ‘suka’, karena itu tak terlalu penting. Lebih-lebih, ada sebagian ‘facebookers’, yang me-‘like’ status tanpa membaca utuh isi status tersebut, alih-alih memahaminya dengan baik. Yang saya inginkan, orang-orang membaca tulisan saya, dan mendapatkan manfaat darinya. Jika ada yang keliru dari tulisan saya, ada yang mengkritiknya secara santun. Tidak harus ‘inbox’ atau empat mata. Kritik terbuka saja di kolom komentar, tak apa-apa, asal santun dan tidak bernada merendahkan. Dan saya pun berhak memilah, kritik mana yang saya anggap valid dan saya terima, mana yang tidak valid dan saya tolak.
Dari sekian teman facebook saya, ada yang meminta pertemanan ke saya, ada juga yang saya yang meminta pertemanan ke mereka. Kita tidak berbicara kelompok yang kedua. Kita bicara kelompok pertama. Orang-orang yang meng- ‘add’ saya ini, punya alasan yang berbeda. Ada yang memang karena kenal saya di dunia nyata. Ada yang dulu satu kelompok dengan saya. Ada yang karena tertarik dengan tulisan-tulisan saya. Kita akan bahas, yang terakhir ini.
Beberapa kali saya menulis kritik terhadap kalangan Salafiyyin di Indonesia, dan kemudian tiba-tiba banyak permintaan pertemanan yang masuk. Ada yang dari kalangan Salafiyyin sendiri, yang ingin melakukan tanggapan balik ke saya. Namun yang banyak, orang-orang yang merasa senang dengan tulisan- tulisan saya tersebut, dan bisa jadi berharap saya secara rutin membuat tulisan-tulisan kritik terhadap Salafiyyin. Sayangnya, saya tak selalu bisa memenuhi harapan mereka. Bahkan, kadang, beberapa tulisan saya malah membela kalangan Salafiyyin.
Ada yang tertarik membaca tulisan-tulisan saya yang bergenre fiqih, khususnya fiqih ibadah, terlebih yang terdapat perbedaan pendapat. Lagi-lagi, banyak permintaan pertemanan, karena senang dengan tulisan tersebut. Mereka bisa jadi merasa ‘dibela’ atas amaliyah yang mereka lakukan selama ini. Mungkin ada yang menginginkan saya menulis tulisan-tulisan tersebut secara rutin, dan tidak beralih ke tema tulisan lain. Tapi, lagi-lagi, saya tak bisa memenuhi harapan mereka.
Dan berbagai alasan lainnya.
Saya katakan, saya tak bisa memenuhi keinginan mereka (sebagian mereka), untuk membuat tulisan-tulisan rutin sesuai tema yang mereka suka. Saya akan menulis hal itu, jika saya terdorong dan dimudahkan Allah menulis hal itu. Saya akan menulis tema lain, jika saya terdorong dan dimudahkan Allah menuliskannya. Dalam kepala saya terdapat berbagai ide, gagasan dan pemikiran, baik fiqih, ushul fiqih, ilmu alat secara umum, sejarah, peradaban, fenomena sosial, dan lain-lain, yang harus saya tuangkan, baik melalui tulisan ringkas dan tulisan panjang di sosial media, di blog, bahkan di beberapa draft tulisan (yang lebih serius) yang belum terpublikasi, atau tersampaikan via lisan saat diskusi dengan beberapa teman, atau saat mengisi kajian-kajian keislaman.
Namun, dari semua tulisan saya, yang mungkin berbeda-beda temanya tersebut, dan bisa jadi kurang disenangi oleh sebagian teman FB saya, ada hal yang tetap sama, dan terus saya sampaikan. Yang pertama, bersikap adil pada siapapun dan apapun. Kedua, sudut pandang Islam tentang hal itu. Saya secara konsisten menjadikan dua hal ini sebagai landasan tulisan- tulisan saya.
Saat menulis tentang Mata Najwa atau Stand Up Comedy pun, saya juga menjadikan dua hal ini sebagai landasan tulisan. Jadi bukan sekadar ikut meramaikan tema yang lagi viral, seperti dugaan sebagian orang. Namun, mencoba memberikan pandangan terhadap hal ini, secara adil dan berdasarkan sudut pandang Islam. Meskipun, tentu saja, yang saya kemukakan, tidak selalu benar atau tepat. Sangat mungkin salah. Namun, kesalahan itu mungkin pada kurangnya ilmu saya, atau kesalahan saya dalam mencerna obyek yang saya tulis. Bukan pada landasan utamanya.
Ini saja. Semoga bisa dipahami. Jika pun tak bisa, tak apa-apa.
Leave a Reply