Oleh: Muhammad Abduh Negara
Pertanyaan:
Apakah boleh penggunaan produk yang mengandung alkohol atau pun babi untuk penggunaan di luar tubuh, misalnya cream, minyak rambut, minyak oles, dll?
Jawaban:
Bismillah. Alhamdulillah. Wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala Alihi wa Shahbihi wa man waalaah. Amma ba’du.
Pertanyaan yang diajukan terkait dua benda, yaitu alkohol dan babi, dan hukumnya bisa jadi berbeda, yang akan saya uraikan nanti.
Kita akan mulai pembahasan mengenai keharaman mengonsumsi babi dan alkohol. Baru setelah itu, status kenajisannya. Karena berbicara hukum menggunakan minyak dari benda-benda ini dan mengoleskannya pada badan atau pakaian kita, sangat tergantung pada hukum kenajisannya. Apakah ia najis, atau suci.
Keharaman mengonsumsi babi adalah perkara yang sangat jelas, dan disepakati oleh seluruh ulama. Dalam Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid () dikatakan:
وَأَمَّا الْمُحَرَّمَاتُ لِعَيْنِهَا فَمِنْهَا مَا اتَّفَقُوا عَلَيْهِ، وَمِنْهَا مَا اخْتَلَفُوا فِيهِ. فَأَمَّا الْمُتَّفَقُ مِنْهَا عَلَيْهِ فَاتَّفَقَ الْمُسْلِمُونَ مِنْهَا عَلَى اثْنَيْنِ: لَحْمِ الْخِنْزِيرِ، وَالدَّمِ. فَأَمَّا الْخِنْزِيرُ فَاتَّفَقُوا عَلَى تَحْرِيمِ شَحْمِهِ وَلَحْمِهِ وَجِلْدِهِ…
Artinya: “Adapun hewan yang diharamkan berdasarkan zatnya, ada yang keharamannya disepakati oleh seluruh ulama, ada yang mereka perselisihkan. Para ulama kaum muslimin sepakat atas keharaman dua hal: daging babi dan darah. Terkait babi, para ulama sepakat atas keharaman lemaknya, dagingnya, dan kulitnya…”
Saat berbicara tentang kenajisan babi, Imam Ibnu Qudamah, dalam Al-Mughni () mengatakan:
وَحُكْمُ الْخِنْزِيرِ حُكْمُ الْكَلْبِ؛ لِأَنَّ النَّصَّ وَقَعَ فِي الْكَلْبِ، وَالْخِنْزِيرُ شَرٌّ مِنْهُ وَأَغْلَظُ؛ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى نَصَّ عَلَى تَحْرِيمِهِ، وَأَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى ذَلِكَ، وَحَرُمَ اقْتِنَاؤُهُ.
Artinya: “Dan hukum (kenajisan) babi sama dengan hukum anjing, karena nash berbicara tentang anjing, sedangkan babi lebih buruk dari anjing. Allah ta’ala telah menyatakan keharaman babi secara jelas, dan para ulama kaum muslimin sepakat atas keharamannya, dan haram juga memilikinya.”
Di antara dalil yang jelas menunjukkan keharaman babi, adalah firman Allah ta’ala:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 173)
Juga firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
Artinya: “Diharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah.” (QS. Al-Maidah [5]: 3)
Adapun hukum alkohol, ia diperselisihkan oleh para ulama. Perselisihannya bukan tentang, apakah khamr haram dikonsumsi atau tidak. Keharaman mengonsumsi khamr merupakan perkara yang disepakati seluruh ulama.
Dalam Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid () dikatakan:
أَمَّا الْخَمْرُ فَإِنَّهُمُ اتَّفَقُوا عَلَى تَحْرِيمِ قَلِيلِهَا وَكَثِيرِهَا، أَعْنِي: الَّتِي هِيَ مِنْ عَصِيرِ الْعِنَبِ. وَأَمَّا الْأَنْبِذَةُ فَإِنَّهُمُ اخْتَلَفُوا فِي الْقَلِيلِ مِنْهَا الَّذِي لَا يُسْكِرُ، وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُسْكِرَ مِنْهَا حَرَام
Artinya: “Adapun khamr, para ulama sepakat atas keharamannya, sedikit maupun banyak, yaitu yang berasal dari hasil perasan anggur. Adapun hasil perasan dari tanaman lain, para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, jika ia sedikit dan tidak memabukkan. Dan mereka sepakat, seluruh hasil perasan tanaman tersebut haram, jika ia memabukkan.”
Dalil yang menunjukkan haramnya khamr, di antaranya adalah firman Allah ta’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah keburukan termasuk dari perbuatan syaithan. Jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kalian mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah [5]: 90)
Juga Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَلاَ يَشْرَبُ الخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ
Artinya: “Tidaklah seseorang meminum khamr, ketika ia meminumnya, ia dalam keadaan beriman.” (HR. Al-Bukhari no. 5578 dan Muslim no. 57)
Dan banyak lagi dalil-dalil yang menunjukkan keharaman meminum khamr.
Jika khamr haram dikonsumsi, bagaimana dengan hukum alkohol, apakah otomatis bisa disimpulkan haram juga? Jawabannya, belum tentu. Senyawa alkohol belum dikenal di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat menyampaikan keharaman khamr, Nabi tidak menjelaskan bahwa khamr itu haram karena di dalamnya ada alkohol. Nabi menyatakan:
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
Artinya: “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap yang memabukkan haram hukumnya.” (HR. Muslim no. 2003)
Para ulama memang berbeda pendapat tentang definisi khamr. Sebagian fuqaha, di antaranya mayoritas Syafi’iyyah, Hanafiyyah, dan sebagian Malikiyyah, bahwa khamr hanya yang berasal dari perasan anggur. Sedangkan kalangan Hanabilah, sebagian Syafi’iyyah, dan ulama Hijaz menyatakan khamr adalah nama bagi setiap yang memabukkan, baik yang berasal dari perasan anggur, maupun dari perasan tanaman lainnya. (Silakan baca: Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 5/12. Ada perincian lebih lanjut dalam bahasan ini).
Hanya saja, meskipun mereka berbeda pendapat tentang apa yang dinamakan khamr, mereka sepakat, jika suatu minuman memabukkan, maka hukumnya haram seperti khamr, sebagaimana sudah disampaikan pada kutipan kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid di atas. Penulis kitab Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i (2/570) juga menyatakan:
وَيُقَاسُ عَلَى الْخَمْرِ غَيْرُهَا مِنَ الْمُسْكِرَاتِ، لِأَنَّهَا تَدْخُلُ فِي مَضْمُوْنِ الْخَمْرِ
Artinya: “Dan diqiyaskan seluruh minuman memabukkan lainnya atas khamr, karena ia masuk pada kandungan makna khamr.”
Penulis kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ‘Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’I (1/506) menyatakan:
لِأَنَّ الْمَعْنَى الْمُسَبِّب لِتَحْرِيْمِ الْخَمْرِ، إِنَّمَا هُو وصف بِالْإِسْكَارِ فِيْهَا، بإجماعِ المسلمينَ. فوجب أن يشترك معها في التحريمِ كل الأشربةِ المُسكِرَة، أَيًّا كان أصلها دون أيّ تَفْرِيْق.
Artinya: “Karena yang menyebabkan keharaman khamr adalah sifat memabukkan yang ada padanya, berdasarkan ijma’ seluruh ulama kaum muslimin. Maka wajib menyertakan seluruh minuman yang memabukkan dalam keharamannya, dari manapun ia berasal, tanpa ada pembedaan sama sekali.”
Dan ‘illah keharaman khamr dan minuman memabukkan lainnya adalah iskar (sifat memabukkan pada minuman tersebut). Dan berdasarkan kaidah الحكم يدور مع علته وجودا وعدما (Hukum mengikuti ‘illah-nya, ada dan tiadanya). Artinya, jika ‘illah memabukkan ada pada suatu minuman, maka ia haram dikonsumsi. Sebaliknya, jika ‘illah-nya tidak ada, maka ia halal.
Leave a Reply