Oleh: Muhammad Abduh Negara
Khuntsa adalah orang yang memiliki dua alat kelamin sekaligus, yaitu alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan, atau tidak memiliki alat kelamin sama sekali.
Khuntsa tidak wajib shalat jum’at, mengikuti hukum yang berlaku bagi perempuan. Namun dalam hukum memakai pakaian sutra, khuntsa diharamkan memakainya, mengikuti hukum yang berlaku bagi laki-laki.
Mengapa pada dua kasus fiqih di atas, keadaan khuntsa dibedakan? Pada kasus pertama, disamakan dengan perempuan, sedangkan pada kasus kedua, disamakan dengan laki-laki.
Perbedaannya, pada kasus shalat jum’at, kaidah asalnya tidak wajib shalat jum’at bagi orang yang belum baligh, baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian setelah baligh, ada keraguan pada khuntsa, apakah dia wajib shalat jum’at atau tidak. Karena ada keraguan semacam ini, maka dikembalikan pada kaidah asalnya, yaitu tidak wajib shalat jum’at.
Selain itu, bagi khuntsa tersebut, dia tidak meninggalkan shalat sepenuhnya saat itu, tapi menggantinya dengan shalat zhuhur, sehingga hal tersebut tidak membuatnya meninggalkan kewajiban.
Sedangkan pada kasus memakai pakaian sutra, kaidah asalnya, pakaian sutra dibolehkan bagi perempuan, sebagai perhiasan yang mereka pakai di hadapan para suami. Sedangkan khuntsa tidak memiliki suami, karena itu tidak dibolehkan baginya memakai pakaian sutra.
Wallahu a’lam.
Rujukan: Ru’us Al-Masail Wa Tuhfah Thullab Al-Fadhail, karya Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Halaman 172-173, Penerbit Dar An-Nawadir, Damaskus, Suriah.
Leave a Reply