Oleh: Muhammad Abduh Negara
Ada yang bertanya kepada Ibrahim bin Adham rahimahullah, “Mengapa anda tidak minum air zamzam?”, Lalu beliau menjawab, “Seandainya saya punya ember sendiri untuk mengambil air zamzam tersebut, saya akan meminumnya.”
(Diriwayatkan oleh Ibn Abi Ad-Dunya, dalam “Al-Wara'”)
Pelajaran:
1. Ibrahim bin Adham tidak mau minum air zamzam, karena ember yang digunakan untuk mengambilnya adalah milik penguasa, dan harta dari penguasa itu syubhat menurut beliau.
2. Sikap wara’ yang luar biasa dari generasi salaf, yang seandainya kita bisa memiliki 10% saja saat ini, sudah sangat luar biasa.
3. Harta penguasa mengandung syubhat, karena sangat mungkin ia mengambil harta baitul mal dan harta rakyat secara zalim, atau ia mendapatkan harta tanpa hak, dan semisalnya.
Ini di masa lalu, saat ketaqwaan masih umum berlaku, dan penguasa masih menjalankan undang-undang Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lalu bagaimana dengan kondisi penguasa saat ini?
4. Banyak riwayat, ulama salaf yang menjauh dari penguasa, tidak mau menerima hadiah dari mereka, bahkan tak mau memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh mereka.
Lalu, apakah pantas para ahli ilmu saat ini, berdekat-dekat dengan penguasa, tanpa hajat dakwah, nasehat dan amar ma’ruf nahi munkar, apalagi sampai menjilat mereka? Wal ‘iyadzu billah.
5. Dalam konteks fatwa ke orang kebanyakan, lebih-lebih pada orang yang komitmen keislaman dan keistiqamahannya belum teruji, yang diutamakan adalah taysir (memberikan kemudahan), bukan ajakan pada sikap wara’, karena itu akan membuat mereka merasakan kesempitan dan menjauh dari ajaran Islam.
Wallahu a’lam.
Leave a Reply