Oleh: Muhammad Abduh Negara
Zuhud bukan berarti anda tidak terlibat dalam membangun peradaban dunia. Zuhud itu ketika anda terlibat dalam berbagai aktivitas dunia, namun itu tidak membuat anda lupa dengan akhirat. Anda berjalan di permukaan bumi, namun pandangan anda senantiasa mengarah ke langit. Anda hidup dan beraktivitas di dunia, dengan hati penduduk akhirat. Anda bekerja untuk meraih dunia seakan anda hidup di dunia selamanya, dan anda beramal untuk kehidupan akhirat seakan anda besok meninggalkan dunia. Beginilah perikehidupan para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
Inilah zuhud, ketika anda memiliki
dunia, namun dunia tidak menguasai anda. Ketika anda memanfaatkan dunia sebaik-baiknya, namun ia tidak mengendalikan anda. Ketika dunia ada di tangan, namun tidak di hati.
Beginilah keadaan para shahabat yang kaya raya dulu, seperti Abu Bakr, ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Harta mereka berlimpah, namun pengorbanan mereka untuk dakwah Islam juga luar biasa, dan mereka termasuk sepuluh shahabat yang diberi kabar gembira akan masuk surga oleh Nabi, ketika mereka masih hidup.
Ketika ‘Abdurrahman bin ‘Auf akan hijrah ke Madinah, beliau meninggalkan seluruh harta kekayaannya di Makkah, dan di Madinah beliau mulai kembali dari nol. Setelah itu, beliau masuk pasar di Madinah yang awalnya dikuasai Yahudi, dan beliau berhasil kembali menjadi pengusaha kaya raya dalam waktu tidak terlalu lama. Demikian juga yang berlaku pada ‘Utsman bin ‘Affan, dan para shahabat kaya lainnya.
Sebaliknya, ada orang-orang yang hidup dengan mengabaikan dan melupakan dunia. Mereka berjalan di padang pasir tanpa perbekalan. Tinggal dalam tempat-tempat ibadah tanpa mau bekerja, padahal mereka masih muda dan sanggup mencari nafkah. Islam tidak mengajarkan kehidupan seperti ini.
Ketika ‘Umar bin al-Khaththab melihat ada orang-orang yang duduk diam di masjid setelah shalat jum’at, beliau bertanya kepada mereka, “Siapa kalian ini?”, mereka menjawab, “Kami orang-orang yang bertawakkal kepada Allah.”, beliau menimpali, “Tidak, kalian itu orang-orang yang menjadi beban bagi orang lain.”
(Al-Islam Alladzi Nad’u Ilayh, Dr. Yusuf al-Qaradhawi)

Leave a Reply