Oleh: Muhammad Abduh Negara
Dalam sebuah Hadits shahih, ada seorang laki-laki yang melapor kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam, bahwa dia telah berhubungan badan dengan istrinya di siang hari Ramadhan. Rasulullah lalu menyebutkan beberapa hal yang wajib dilakukan laki-laki tersebut, yang kemudian kita kenal hal itu dengan istilah kaffarah ‘uzhma.
Para ulama kemudian berselisih pendapat, apakah kaffarah ini hanya berlaku bagi orang yang melakukan jima’ di siang hari Ramadhan, atau berlaku juga bagi orang yang makan dan minum di siang hari Ramadhan secara sengaja.
Menurut penuturan Ibnu Rusyd, ulama yang menyatakan bahwa kaffarah ini hanya berlaku untuk jima’ saja adalah Asy-Syafi’i, Ahmad dan Ahluzh Zhahir. Sedangkan yang menyatakan bahwa kaffarah ini juga berlaku untuk yang makan dan minum dengan sengaja adalah Abu Hanifah dan pengikutnya, Malik dan pengikutnya, Ats-Tsauri dan sekelompok ulama lainnya.
Sebab perbedaan pendapat ini adalah tentang, bisakah makan dan minum dengan sengaja diqiyaskan dengan jima’ dalam perkara ini, sehingga pelakunya juga wajib membayar kaffarah ‘uzhma ini.
Bagi ulama yang menolak qiyas, seperti Ahluzh Zhahir, perkaranya jelas. Kaffarah tersebut hanya berlaku pada kasus jima’ saja, sesuai zhahir Hadits.
Menurut ulama yang menyatakan bisa diqiyaskan, mereka menyatakan bahwa jima’ serta makan dan minum punya sifat yang serupa, yaitu sama-sama merusak kemuliaan puasa, karena itu hukumnya juga sama, sama-sama wajib kaffarah.
Sedangkan ulama yang menerima qiyas sebagai dalil, namun berpendapat makan dan minum tidak bisa diqiyaskan dengan jima’, mereka menyatakan bahwa meskipun kaffarah ini merupakan hukuman bagi orang yang melanggar kemuliaan puasa, namun ia hanya berlaku bagi jima’. Menurut mereka, pelanggaran karena jima’ lebih berat daripada karena makan dan minum, karena itu ia layak mendapatkan hukuman yang lebih berat.
Wallahu a’lam.
Leave a Reply