Oleh: Muhammad Abduh Negara
Di daerah kami akan kedatangan salah seorang ustadz Salafi masyhur, Dr. Khalid Basalamah. Penggemar kajian beliau tentu harap-harap cemas menunggu kedatangan beliau. Sedangkan SEBAGIAN yang tidak seafiliasi dengan beliau sepertinya enggan kecolongan lagi, seperti dulu, ketika TUAN GURU yang ngajar di Masjid Nabawi bebas beranjangsana di Tanah Banjar.
Sebagai orang yang mengikuti “madzhab” KH. Ali Mustafa Ya’qub, saya menganggap perbedaan antara Wahabi dan Aswaja hanyalah dalam tataran furu’, bukan ushul. Jadi, mau Wahabi mau Aswaja, kalau memang ada ilmunya, tetap boleh diambil. Mau Wahabi mau Aswaja, kalau sukanya rusuh saja, berbicara tanpa ilmu, tetap harus ditinggalkan.
Sayangnya, di tengah masyarakat, perbedaan semacam ini seakan dianggap perbedaan dalam ushul iman, sehingga persinggungannya cukup kuat. Anda ngomong salah sedikit, langsung tembak di tempat. Ya, begitulah. Ada permintaan sebagian kalangan untuk menolak dan membatalkan kunjungan sang duktur di tanah kami ini.
Saya jelas tidak mendukung upaya penolakan atau pencekalan semacam ini. Selain menunjukkan sikap kurang siap terhadap perbedaan pendapat, juga tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Perbedaan pendapat ilmiah tidak akan pernah bisa diselesaikan dengan cara-cara yang tidak ilmiah.
Saya lebih mendukung seandainya ada yang mau membawa sang ustadz, berkunjung ke para tuan guru yang sangat banyak di Tanah Banjar ini. Bisa untuk diskusi dan debat ilmiah tentang beberapa isu, atau sekadar saling sapa agar perbedaan tak berujung permusuhan apalagi peperangan.
Berbeda tak berarti berperang kan?
***
Ini juga jadi catatan, baik untuk fans Salafi, Aswaja, maupun kelompok-kelompok lainnya, bahwa rahmat Allah terdapat dalam ikhtilaf (perbedaan pendapatnya) aimmah (para imam ahli ilmu). Jangan sampai demi mengokohkan pendapat yang dipegang, realita ikhtilaf ulama disembunyikan atau sengaja enggan dipelajari, yang akhirnya menyebabkan keluasan ajaran Islam menjadi sempit.
Ketika rahmat Allah dalam ikhtilaf aimmah ditutup-tutupi dengan alasan apapun, sedangkan ijtihad pribadi atau tokoh yang diikuti selalu digembar-gemborkan seakan hanya itu pendapat yang ada di muka bumi, ujungnya adalah sikap keras terhadap yang berbeda. Akan lahir kajian yang tidak menyatukan umat, malah memperlebar jurang perbedaan. Lahir juga pencekalan, pemboikotan, demonstrasi, pelaporan ke pihak keamanan, dan lain sebagainya.
Hadaanallahu wa iyyakum ajma’in.
Leave a Reply