Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Krisis Akhlak karena Mengikuti Ajaran Syiah?

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Ada satu postingan yang menceritakan kasus pencabulan dan pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum ustadz. Lalu ada seseorang yang berkomentar, “Indonesia itu sekarang krisis akhlaq karna agama Islam disini sekarang udah diracuni ajaran syi’ah”.

Indonesia memang sedang krisis akhlak. Ajaran syiah memang bermasalah. Namun menghubungkan dua hal ini, terlalu maksa sepertinya. Apakah ada data, mayoritas yang buruk akhlaknya tersebut, terpengaruh oleh ajaran syiah? Jangan sampai pakai teori konspirasi konyol nan tidak masuk akal, bahwa semua masalah di negeri kita disebabkan oleh syiah.

Beberapa penyebab yang lebih masuk akal adalah:

1. Kita ini krisis keteladanan, kebanyakan kita tidak menemukan sosok alim rabbani yang bisa berposisi sebagai murabbi sekaligus mursyid, yang selaras ilmu dan amalnya, yang bisa kita lihat dan teladani lakunya setiap hari.

Kebanyakan penceramah, hanya kita lihat sebagai tukang ceramah di atas mimbar. Bahkan sebagian menunjukkan keburukan akhlaknya di atas mimbar itu sendiri. Masih ingat kan dengan kasus penceramah dan tukang jual es teh?

2. Kehidupan hedon nan sekuler, ditambah dengan kemudahan mengakses berbagai kenikmatan dunia saat ini, membuat kebanyakan kita terlalu terpaut dengan dunia, kurang upaya untuk tirakat dan riyadhah agar senantiasa merasa dalam pengawasan Allah.

3. Perempuan cantik berlenggak-lenggok menampakkan wajahnya di tiktok dan instagram, guyonan soal “Oyo” sudah dianggap biasa, cerita perselingkuhan dan zina artis kita dengar dari berbagai media, laki-laki dan perempuan terlalu mudah bertemu dan saling sapa. Kalau seperti ini keadaannya, siapa yang bisa sekuat Nabi Yusuf ‘alaihis salam?

4. Ilmu agama dicari, untuk mendapatkan dunia, baik harta, tahta, wanita, dan pujian manusia. Sangat wajar kita temukan, ada yang fasih ceramah dan membaca al-Qur’an, namun fasih juga merayu perempuan yang tidak halal baginya. Tentu ini oknum, namun tidak sedikit, wal ‘iyadzu billah.

Leave a Reply