Oleh: Muhammad Abduh Negara
Lafazh “innama” (إنما), sebagaimana dalam Hadits “إنما الأعمال بالنيات”, bermakna hashr (batasan), yang berarti menetapkan hukum atas perkara yang disebutkan dan meniadakan atau menafikan perkara yang tidak disebutkan.
Karena itu Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berpendapat riba itu hanya terdapat dalam riba nasiah saja, mengikuti Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “إنما الربا في النسيئة” (Riba hanya terdapat pada nasiah). Beliau memahami lafazh “innama” pada Hadits tersebut menetapkan riba pada nasiah dan menafikan adanya riba dalam hal lain. Meski pendapat beliau ini memang keliru, karena ada Hadits lain yang menunjukkan adanya riba fadhl. Namun poinnya adalah, beliau memahami lafazh “innama” berfaidah hashr.
Lafazh “innama” ini kadang berfaidah hashr muthlaq (untuk semua kondisi), kadang juga berfaidah hashr pada tema tertentu saja (hashr makhshush). Yang membedakan adalah qarinah (indikasi) dan siyaq (konteks pembicaraan).
Contoh lafazh “innama” yang berfaidah hashr makhshush adalah firman Allah ta’ala: “إنما أنت منذر” (Engkau hanyalah pemberi peringatan). Zhahir dari ayat ini bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya disifati dengan “pemberi peringatan” saja, sedangkan Nabi memiliki banyak sifat lain, bukan hanya “pemberi peringatan”. Jika kita melihat qarinah dan siyaq dari ayat ini, kita bisa memahami bahwa hashr (batasan) yang disebutkan ayat ini terkait dengan posisi beliau yang hanya bisa memberikan peringatan saja bagi orang yang mau beriman, dan beliau tidak mampu mendatangkan atau menurunkan hal-hal yang diminta oleh orang-orang kafir di ayat tersebut.
Adapun lafazh “innama” pada Hadits: “إنما الأعمال بالنيات” merupakan hashr muthlaq, karena itu ia berlaku pada semua kondisi, bahwa setiap amal itu nilainya tergantung niatnya. Wallahu a’lam.
Rujukan: Ihkam Al-Ahkam Syarh ‘Umdah Al-Ahkam, karya Imam Ibnu Daqiq Al-‘Id Asy-Syafi’i, Halaman 52-53, Penerbit Dar Ibn Hazm, Beirut, Libanon.
Leave a Reply