Oleh: Muhammad Abduh Negara
Ada empat keadaan bagi musafir, meringkas (qashar) shalat lebih utama daripada mengerjakannya tanpa qashar:
1. Jika jarak safarnya mencapai tiga marhalah (sekitar 123 KM), untuk keluar dari perselisihan dengan kalangan Hanafiyyah, yang menyatakan tidak ada qashar shalat pada jarak kurang dari ini.
2. Jika dirinya tidak senang dengan qashar shalat.
Dikhawatirkan ia tidak senang dengan qashar Shalat, berarti tidak senang dengan Sunnah Nabi, karena itu ia dianjurkan untuk mengqashar shalatnya.
3. Jika ia ragu dengan dalil bolehnya mengqashar shalat. Misal, ia menganggap bahwa qashar shalat itu terbatas hanya pada kondisi khauf saja.
4. Ia menjadi panutan bagi banyak orang. Maka, jika ia shalat di tengah-tengah orang banyak, ia dianjurkan untuk meringkas shalatnya, agar tidak melahirkan kesulitan bagi orang lain yang mengikutinya.
Di luar empat keadaan ini, yang lebih utama adalah melaksanakan shalat secara itmam (sempurna raka’atnya, tanpa qashar).
Rujukan:
1. At-Taqrirat As-Sadidah, Qism Al-‘Ibadat, karya Syaikh Hasan bin Ahmad Al-Kaf, Halaman 313, Penerbit Dar Al-Mirats An-Nabawi, Hadramaut, Yaman.
2. Busyra Al-Karim Bi Syarh Masail At-Ta’lim, karya Syaikh Sa’id bin Muhammad Ba’ali Ba’isyn Ad-Dau’ani Al-Hadhrami, Halaman 368, Penerbit Dar Al-Minhaj, Jeddah, Saudi Arabia.
Leave a Reply