Oleh: Muhammad Abduh Negara
Salah satu bahasan dalam kaidah “الأمور بمقاصدها” (Setiap perkara tergantung pada niatnya) adalah tentang menggabungkan niat (at-tasyrik fi an-niyyah) dalam satu amal. Kali ini kita akan bahas satu bagiannya, yaitu menggabungkan niat ibadah fardhu dengan ibadah sunnah dalam satu aktivitas ibadah.
Hukumnya berbeda-beda, kadang keduanya (ibadah fardhu dan sunnah) sah, kadang yang sah hanya yang fardhu, kadang hanya yang sunnah, dan kadang keduanya dianggap tidak sah. Berikut beberapa contohnya:
1. Keduanya sah
Contoh:
(a) Seseorang berniat shalat fardhu dan tahiyyatul masjid sekaligus, sah keduanya berdasarkan kesepakatan seluruh ulama Syafi’iyyah. Hal ini karena yang diminta dari tahiyyatul masjid adalah seseorang saat masuk masjid shalat dulu, tidak langsung duduk, dan itu terwujud meski ia langsung shalat fardhu ketika masuk masjid.
(b) Seseorang niat shalat fardhu sekaligus mengajari orang-orang cara shalat. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shalat sekaligus mengajari para shahabat ridhwanullahi ‘alaihim ajma’in cara shalat.
2. Yang sah hanya yang fardhu
Contoh: Orang yang berhaji untuk pertama kalinya dan ia niatkan haji fardhu sekaligus haji sunnah, yang dianggap hanya niat fardhunya saja. Bahkan seandainya ia niat sunnah pun, tetap dianggap fardhu, karena haji yang pertama kali dilakukan memang fardhu hukumnya.
3. Yang sah hanya yang sunnah
Contoh: Seseorang mengeluarkan lima dirham dan meniatkannya sebagai zakat wajib dan sedekah sunnah, zakatnya tidak dianggap dan yang sah hanya niat sedekah sunnahnya. Dan ini tidak ada khilaf di kalangan Syafi’iyyah.
Zakat hanya sah jika diniatkan secara khusus untuk zakat, sebagaimana dikatakan An-Nawawi. Selain itu juga, lima dirham adalah kadar minimal zakat seseorang (2,5 % dari 200 dirham, yang merupakan batas nishab zakat). Jika ia mengeluarkan sejumlah uang tersebut dengan niat zakat dan sedekah sekaligus, dan seandainya bisa dibagi sebagian untuk zakat dan sebagian untuk sedekah sunnah, maka ia tak memenuhi jumlah minimal zakat yang wajib dikeluarkan.
4. Keduanya tidak sah
Contoh:
(a) Seorang yang masbuq dan imam sedang ruku’, ia bertakbir sekali dengan niat untuk takbiratul ihram sekaligus takbir intiqal menuju ruku’. Shalatnya tidak sah. Takbiratul ihramnya yang merupakan pembuka shalat, tidak sah karena digabungkan dengan niat takbir lain, sedangkan takbir intiqalnya tidak dianggap karena sejak awal shalatnya tidak sah.
(b) Shalat dengan niat shalat fardhu dan shalat rawatib. Shalatnya tidak sah, karena dua shalat ini punya sebab sendiri-sendiri dan tidak mungkin digabungkan. Bagaimana mungkin, shalat sunnah yang mengikuti shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya, digabungkan dengan shalat fardhu itu sendiri.
Wallahu a’lam.
Rujukan: Idhah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, karya Syaikh ‘Abdullah bin Sa’id Al-Lahji, Halaman 29-31, Penerbit Dar Adh-Dhiya, Kuwait.
Catatan: Beberapa alasan yang disebutkan, diambil dari berbagai referensi berbeda.
Leave a Reply