Oleh: Muhammad Abduh Negara
Mengkaji karya para ulama, idealnya adalah mengkaji untuk mendapatkan ilmu dan fawaid dari karya tersebut, tanpa terbebani kewajiban untuk mengikutinya, atau semangat untuk mengulitinya, atau ketakutan dicitrakan punya hubungan dengan sang ulama. Tiga hal yang saya sebutkan terakhir ini, membuat banyak orang tidak leluasa untuk membaca satu karya ulama, padahal pada karya itu terdapat banyak faidah yang bermanfaat bagi pembacanya.
Misalnya, bagi sebagian salafi-taimi, membaca karya-karya Ibnu Taimiyyah untuk istifadah sembari tetap kritis, mungkin akan sulit sekali. Karena disadari atau tidak, selama ini taqrirat beliau dalam aqidah, seringkali dianggap sebagai panduan utama dalam menempuh “manhaj salaf”, dan menyelisihinya akan dianggap “bukan salafi”, yang maknanya menurut penggunanya adalah “menyelisihi jalan Islam yang lurus”. Demikian juga ikhtiyarat dan tarjihat fiqih beliau, oleh sebagian kalangan dianggap sebagai tolok ukur tarjih, sehingga kadang oleh oknum tertentu, yang tidak mengikuti pandangan beliau, dianggap “tidak mengikuti dalil”.
Sebaliknya, bagi yang agak anti dengan salafi-taimi, banyak juga yang tidak mau membaca karya Ibnu Taimiyyah, kecuali membaca kutipan-kutipan singkatnya, sekadar untuk menguliti kesalahan beliau (menurut mereka) atau sebagai ‘serangan balik’ bagi pengikut beliau. Tentu cara pembacaan semacam ini, terlalu banyak cacatnya, dan tidak akan memahami pemikiran beliau secara baik.
Contoh lain, salah satu ulama kontemporer yang tampak kurang diperhatikan adalah Taqiyuddin An-Nabhani. Posisi beliau sebagai muassis HT, mungkin membuat sebagian orang enggan membaca karya beliau, yang sebenarnya begitu kaya akan faidah itu. Sebaliknya, bagi kader HT, membaca karya beliau (yang dianggap sebagai mu’tamad HT) adalah untuk diikuti dan diamalkan, bukan sekadar untuk dipelajari, diteliti dan diambil faidahnya, diikuti yang sesuai dan ditinggalkan yang tidak disetujui. Pembacaan model terakhir ini, tidak akan ditemui pada diri kader HT.
Mungkin kader HT akan membantah (sebagaimana sering terjadi), bahwa pemikiran dan pendapat An-Nabhani boleh saja dikritik dan ditinggalkan. Betul. Saya tahu itu. Tapi itu harus melalui proses panjang diskusi dengan Amir HT, yang entah berhasil atau tidak meyakinkan sang Amir untuk meninggalkan pendapat An-Nabhani tersebut. Padahal, yang saya maksud sederhana saja, yaitu kader HT secara pribadi, memilih sebagian pendapat An-Nabhani, dan meninggalkan sebagian lainnya, meski pendapat yang ditinggalkan itu tetap jadi pendapat resmi HT. Sesuai tradisi HT, tentu ini tidak bisa. Karena kapan dan di manapun, meski bukan di forum HT, dan tidak ada hubungan dengan kegiatan HT, seorang kader ‘haram’ menyatakan tidak mengikuti pendapat resmi HT, bahkan dalam satu persoalan sekalipun.
Contoh lain, Yusuf Al-Qaradhawi. Bagi sebagian salafi, dan sebagian tradisionalis, membaca karya Al-Qaradhawi merupakan aib. Bagi yang pertama, karena beliau dianggap sebagai ahli bid’ah, tokoh menyimpang, bahkan tertuduh khawarij. Bagi yang kedua, agak mirip juga, mungkin ditambah lagi, karena beliau tidak terikat madzhab tertentu, dan fatwa beliau adalah hasil ijtihad beliau pribadi. Mau membaca pun, mungkin harus diam-diam, karena khawatir dikucilkan oleh komunitasnya.
Sebaliknya, mungkin ada sebagian pengagum Al-Qaradhawi, yang menganggap pendapat beliau sebagai pendapat paling kuat dalam berbagai perkara, sehingga meremehkan setiap pengkritiknya, yang menyebabkan dia tidak mampu membaca secara adil dan proporsional. Timbangannya bukan lagi ilmu, tapi fanatisme. Padahal fanatisme ini merupakan hal yang sangat dimusuhi oleh Al-Qaradhawi.
Contoh yang mulai berlaku juga, pada karya-karya Syed Naquib Al-‘Attas. Sangat disayangkan, karena rata-rata pengikut dan pengagum beliau adalah kalangan akademisi, yang harusnya terbiasa berpikir kritis dan bisa menilai sesuatu secara adil dan obyektif.
Dan banyak contoh lainnya.
Kembali lagi, seandainya karya-karya para ulama di atas, dan banyak ulama lainnya, dibaca untuk mendapatkan fawaid, tanpa terbebani oleh hal-hal yang saya sebutkan di paragraf pertama di atas, mungkin kita bisa mendapatkan banyak insight yang berharga.
Leave a Reply