Oleh: Muhammad Abduh Negara
Para ulama katakan, orang awam tidak punya madzhab, madzhabnya adalah madzhab muftinya. Maksudnya, orang awam hakikatnya tidak punya madzhab karena mereka tidak bertafaqquh (belajar fiqih secara sistematis dan mendalam) dalam madzhab apapun. Madzhab mereka adalah madzhab muftinya, maksudnya jika muftinya bermadzhab Syafi’i dan berfatwa sesuai madzhab Syafi’i, maka si awam otomatis mengamalkan madzhab Syafi’i juga.
Karena itu –misalnya– dikatakan, madzhabnya orang Indonesia adalah madzhab Syafi’i, atau madzhabnya orang Saudi adalah madzhab Hanbali, bukan berarti mayoritas mereka adalah pelajar fiqih yang serius dalam madzhab tersebut. Disebut begitu, karena para ulamanya berfatwa berdasarkan madzhab tersebut, dan awamnya mengikuti fatwa mereka.
Konsep ini sebenarnya konsep yang ma’ruf di kalangan pelajar ilmu syar’i, yang terbiasa menelaah berbagai karya tulis para ulama. Seharusnya tak ada yang keliru. Sayangnya, ada sebagian penceramah yang berkata semisal:
“Yang bermadzhab itu para ulama. Sedangkan orang awam tidak perlu/wajib bermadzhab, tugas mereka merujuk langsung pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.”
Pernyataan seperti ini, jelas keliru. Bahwa orang awam tak memiliki madzhab, kita terima. Tapi saat dikatakan tugas mereka adalah langsung merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, ini maksudnya apa? Jika maksudnya, merujuk Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai fatwa ulama fulan, maka itulah madzhab. Tinggal mu’tabar (diakui secara ilmiah) atau tidak, fatwa ulama fulan tersebut.
Jika maksudnya, tugas orang awam langsung melihat nash Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk setiap amal, ini jelas keanehan. Orang awam itu tak memiliki kapasitas ilmu dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah secara langsung. Bertafaqquh dalam satu madzhab (bermadzhab) saja mereka tidak mampu, bagaimana bisa mereka langsung menyimpulkan hukum dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang perlu penguasaan banyak cabang ilmu seperti ilmu bahasa Arab, ilmu Hadits, Ushul Fiqih, dan lain-lain?
Tugas orang awam itu bertanya pada ulama. فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون, “Bertanyalah kepada ulama jika kalian tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl [16]: 43). Berdasarkan ayat ini, mayoritas ulama menyatakan orang awam wajib taqlid pada ulama. Pada persoalan yang tak ia ketahui hukumnya, wajib baginya bertanya pada ulama, dan fatwa ulama tersebut wajib ia amalkan. Jika ia hanya bertanya pada satu ulama, jelas ia wajib mengamalkan fatwanya. Jika ia bertanya pada dua ulama atau lebih, sebelum ia mengamalkan hasil fatwa salah satu ulama tersebut, ia boleh memilih salah satu fatwa yang ada. Yang jelas, ia wajib beramal berdasarkan ilmu, dan itu dengan cara bertanya pada para ulama.
Jadi, tugas orang awam yang tak memiliki madzhab, bukan merujuk dan menyimpulkan hukum langsung dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena ia tak mampu melakukannya. Tugasnya adalah bertanya pada muftinya dan mengamalkan fatwa dari muftinya tersebut. Dan madzhab muftinya, otomatis menjadi madzhabnya.
Wallahu a’lam bish shawab.
Leave a Reply