Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Perbedaan Pendapat yang Diakui (Mu’tabar)

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Tidak semua perbedaan pendapat itu diakui dan menjadi kebaikan bagi umat Islam. Perbedaan pendapat yang diakui (mu’tabar) dalam Islam adalah perbedaan pendapat yang bersumber dari ijtihad yang diizinkan oleh syara’. Ijtihad yang diizinkan oleh syara’ adalah ijtihad yang memenuhi ketentuan-ketentuan berikut ini:

1. Orang yang mengkaji masalah yang diperselisihkan tersebut haruslah seorang mujtahid, yang telah memenuhi syarat-syarat seorang mujtahid.

Syarat-Syarat Seorang Mujtahid:
(a) Mengetahui kandungan hukum Al-Qur’an, nasikh-mansukhnya, dan asbabun nuzulnya.
(b) Mengetahui kandungan hukum As-Sunnah, nasikh-mansukhnya, serta shahih-dhaifnya.
(c) Mengetahui perkara-perkara yang ijma’ dan yang khilaf, serta ketentuan-ketentuan yang terkait keduanya.
(d) Memahami bahasa Arab.
(e) Menguasai ilmu ushul fiqih.
(f) Mengetahui fakta yang akan dijelaskan hukumnya.
(g) Bersungguh-sungguh dalam pengkajian sampai batas yang mampu ia tempuh.

2. Mujtahid tersebut haruslah bersungguh-sungguh dan berusaha keras mencapai kesimpulan dari persoalan yang sedang dikaji.

3. Persoalan yang diperselisihkan haruslah persoalan yang menjadi wilayah ijtihad.
Misalnya perkara baru yang tidak ada nash khusus yang membahasnya, atau terdapat dalil namun perlu pendalaman dalam memahami maknanya, atau terdapat dua dalil yang terlihat saling bertentangan.

4. Tujuannya dalam berijtihad adalah untuk mengikuti kebenaran dan mengetahui tujuan dari Allah ta’ala yang membuat Syariat tersebut, bukan dalam rangka mengikuti hawa nafsunya.

5. Ijtihadnya tidak menjadi sebab terjadi permusuhan dan kebencian antar pihak yang berselisih pendapat.

Rujukan: Al-Khilaf, Anwaa’uhu wa Dhawaabithuhu wa Kayfiyatut Ta’aamul Ma’ahu, karya Hasan Hamid Maqbul Al-‘Ushaimi, hlm. 35-39 dan hlm. 70, Penerbit Dar Ibn Al-Jauzi, Riyadh, Saudi Arabia.

Leave a Reply