Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Perkara Khawariq Lil ‘Adah

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Perkara khawariq lil ‘adah (menyelisihi hal umum yang berlaku pada manusia) itu benar adanya. Dan bagi para kekasih Allah, namanya karamah. Hal ini disepakati oleh salafi maupun asy’ari. Yang menolaknya hanya kalangan mu’tazilah. Bahkan di kalangan salafi belakangan, ada kitab berjudul “Karamat Al-Auliya”, yang ditulis ‘Abdur Raqib bin ‘Ali Al-Ibi, yang merekam banyak cerita karamah para wali dengan penjelasan sanad yang memadai.

Jadi berdasarkan konsep ini, jika ada cerita tentang para ulama dan orang-orang shalih, apalagi di era mutaqaddimin, yang menyelisihi ‘adah manusia biasanya, semisal mereka bisa shalat malam ratusan dan ribuan rakaat, melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain yang jauh dalam waktu sangat cepat, bisa khatam Al-Qur’an berkali-kali sehari, bisa menyaksikan hal yang jauh dan tak terlihat mata biasa, bisa jalan di atas air, dan lain-lain, maka jangan otomatis ditolak oleh nalar kita yang pendek.

Perkara-perkara semacam ini kita sebut khawariq lil ‘adah, bukan perkara yang “tidak masuk akal” (mustahil ‘aqlan). Karena akal yang salim, akan mudah menerima hal-hal tersebut, karena ia masih dalam naungan qudrah dan iradah Allah tabaraka wa ta’ala. Selama ia dalam ranah mumkinat, maka secara akal ia tidak ditolak, apalagi jika tidak ada nash yang menafikan hal tersebut, bahkan banyak dalil yang mengafirmasi hal tersebut, maka ia adalah perkara yang jaiz syar’an wa ‘aqlan.

Namun, kita perlu bedakan antara mengakui konsep karamah para wali, yang itu merupakan aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, dengan membenarkan berita tentang karamah seseorang, yang itu wilayah kajiannya tentang ketsiqahan pembawa informasi, kajian sanad riwayat. Singkatnya, mengakui adanya karamah para wali, tidak otomatis wajib menerima setiap cerita tentang karamah seseorang.

Selain itu, karamah itu tentu berlaku pada orang shalih dan bertakwa. Jika itu terjadi pada orang yang buruk, maka itu bisa jadi istidraj, sihir, bantuan jin, dan semisalnya. Maka yang perlu dilihat adalah, apakah si fulan ini istiqamah dalam agamanya atau tidak. Apalagi ada kredo, “Istiqamah itu lebih utama dari seribu karamah”, atau yang lain, “Senantiasa istiqamah dalam agama itu adalah karamah yang paling utama”.

Leave a Reply