Oleh: Muhammad Abduh Negara
Keringanan dalam Syariat tidak datang tanpa batasan yang jelas. Ia memiliki batasan dan ketentuan, salah satunya adalah kaidah “الميسور لا يسقط بالمعسور” (perkara yang mudah dilakukan tidak gugur karena ada perkara yang tidak bisa dilakukan).
Contoh kaidah ini:
1. Yang hanya mampu shalat sambil berbaring, tapi bisa berisyarat untuk ruku’ dan sujud, wajib berisyarat.
2. Seseorang yang tangan atau kakinya terpotong, saat wudhu tetap wajib membasuh bagian tangan dan kaki yang tersisa.
3. Yang hanya mampu mengeluarkan setengah sha’ makanan pokok untuk zakat fithri, ia tetap wajib mengeluarkan setengah sha’ tersebut, menurut pendapat yang paling shahih di kalangan Syafi’iyyah.
4. Yang mampu membaca sebagian Surah Al-Fatihah saat shalat, wajib membacanya, tanpa ada khilaf.
5. Orang yang melakukan jima’ di siang hari Ramadhan, dan ia hanya mampu membayar kaffarah dengan memberi makan tiga puluh orang miskin, menurut pendapat yang paling shahih di kalangan Syafi’iyyah, ia tetap wajib memberi makan tiga puluh orang miskin tersebut.
Ada pngecualian dari kaidah ini, misalnya: Orang yang hanya mampu puasa setengah hari, ia tidak wajib puasa setengah hari tersebut, karena itu bukan puasa syar’i.
Wallahu a’lam.
Rujukan: Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Wa Tathbiqatuha Fi Al-Madzhab Asy-Syafi’i, karya Dr. Muhammad Az-Zuhaili, Juz 2, Halaman 91-93, Penerbit Dar Al-Bayan, Damaskus.

Leave a Reply