Oleh: Muhammad Abduh Negara
uisi Neno Warisman, yang berisi kutipan-kutipan doa itu, terutama pada bagian: “Karena jika engkau tidak menangkan kami, (kami) khawatir Ya Allah, kami khawatir Ya Allah, tak ada lagi yang menyembahmu.”, memang sangat tidak tepat digunakan untuk pilpres saat ini. Siapapun yang menang, insyaallah, masih banyak yang akan beribadah kepada Allah ta’ala.
Silakan baca tulisan saya yang berjudul, “Perang Badar dan Eksistensi Umat Islam”.
Meski redaksi puisi tersebut tidak secara jelas terkait pilpres, dan ada sebagian orang yang mengatakan ia tidak terkait pilpres, tetap saja yang menganggapnya berkaitan tidak bisa disalahkan. Terlebih dilihat dari tiga indikasi: (1) Pembaca puisi dikenal sebagai pendukung “garis keras” capres tertentu, (2) Momennya sangat berdekatan dengan pilpres, dan (3) Latar belakang para politisi yang ikut hadir di acara tersebut.
Wajar kemudian, sebagian orang mengkritisi redaksi pada puisi tersebut. Termasuk saya sendiri. Sayangnya, lagi-lagi sebagian orang seperti kesulitan menangkap esensi dari kritik yang diberikan, bahkan menuduh macam-macam. Hehe… Oh ya, agar saya tak ikut tertuduh, di sini saya nyatakan, bahwa saya bukan pendukung capres 01, jadi ini bukan masalah dukung-mendukung calon, tapi masalah bersikap proporsional (inshaf), yang benar dikatakan benar dari manapun ia datangnya, dan yang salah dikatakan salah, meski yang menyatakannya adalah teman akrab.
Melihat pembelaan sebagian orang yang kurang tepat sasaran, saya sangat bisa memaklumi dan mendukung beberapa status Ust. Laili Alfadhli hafizhahullah yang tampak gregetan dengan orang-orang ini. Saya pun sama, gregetan juga. Hehe…
Marilah para asatidz, tuan guru, para sesepuh, para aktivis muslim, berikanlah teladan sikap inshaf kepada kami.
Leave a Reply