Oleh: Muhammad Abduh Negara
Islam melarang seorang laki-laki memandang tubuh seorang perempuan non mahram, berdasarkan nash, meski terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang batasnya, misalnya bolehkah melihat wajah perempuan non mahram jika tanpa syahwat.
Namun dalam proses khitbah (lamaran), seorang laki-laki boleh memandang fisik perempuan yang dilamarnya, bahkan mayoritas ulama menyatakan proses nazhar (memandang) ini hukumnya sunnah (dianjurkan). Meski mereka lagi-lagi berbeda pendapat tentang batas yang boleh dipandang. Syafi’iyyah misalnya, menyatakan bagian yang boleh dipandang hanya wajah dan telapak tangan, depan dan belakangnya. Di sini perlu diberi catatan, pendapat yang mu’tamad di kalangan Syafi’iyyah, pada kondisi tidak ada hajat (seperti khitbah misalnya), laki-laki tidak boleh memandang wajah dan telapak tangan perempuan non mahram.
Adapun Hanabilah, mereka menyatakan si laki-laki yang melamar, boleh melihat bagian tubuh yang biasa terlihat pada si perempuan saat beraktivitas sehari-hari di rumah, seperti wajah, tangan, kaki, rambut dan leher. Yang hal ini, di luar kondisi hajat, tentu tidak boleh hukumnya.
Hal semacam ini, dimasukkan oleh ulama dalam kaidah fiqih: يغتفر في الوسائل ما لا يغتفر في المقاصد, yang maknanya: dibolehkan atau diberi keringanan pada sesuatu ketika ia menjadi wasilah, yang tidak dibolehkan seandainya ia menjadi tujuan. Penerapannya pada kasus di atas, seorang laki-laki tidak dibolehkan melihat fisik perempuan non mahram, jika hal tersebut memang ditujukan untuk memandang fisik si perempuan tersebut tanpa ada hajat. Namun ketika aktivitas memandang (nazhar) tersebut merupakan wasilah untuk kemantapan menuju pintu pernikahan yang disyariatkan, maka ia dibolehkan.
Wallahu a’lam.
Leave a Reply