Oleh: Muhammad Abduh Negara
Shahabi menurut ulama ushul fiqih, adalah orang yang membersamai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beriman kepada beliau, dalam rentang waktu yang secara ‘urf bisa dianggap memiliki shuhbah (persahabatan), dan meninggal dalam keadaan Islam.
Sedangkan menurut ulama Hadits, shahabi adalah orang yang melihat atau bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman kepada beliau, dan meninggal dalam keadaan Islam.
Dari definisi di atas, ushuliyyun mensyaratkan waktu shuhbah yang cukup lama, sedangkan muhadditsun tidak mensyaratkan hal tersebut. Menurut mereka, meskipun orang tersebut baru sekali melihat atau bertemu Nabi, sudah bisa dianggap sebagai shahabi.
Perbedaan ini dilandasi oleh perbedaan sudut pandang tentang apa yang diinginkan dari shahabi tersebut. Bagi ahli Hadits, shahabi adalah orang yang meriwayatkan Hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan setiap orang yang pernah bertemu dengan Nabi dalam keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan beriman, wajib diterima riwayatnya, dan Haditsnya dianggap shahih, meskipun hanya pernah sekali bertemu dengan Nabi.
Adapun bagi ahli ushul fiqih, shahabi adalah orang yang memiliki kemampuan berijtihad dan pemahaman yang baik terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah, pendapatnya boleh ditaqlidi, dan qaulnya diperselisihkan apakah menjadi hujjah atau tidak. Dan sifat ini, hanya ditemukan pada orang yang lama membersamai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga punya waktu yang cukup untuk mempelajari ilmu, akhlak dan sirah Nabi.
(Ushul al-Fiqh Alladzi Laa Yasa’u al-Faqih Jahluhu, Prof. Dr. ‘Iyadh bin Nami as-Sulami)
Leave a Reply