Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Sufi di Era Salaf

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Imam Bisyr Al-Hafi (150-227 H) dikenal dengan kewaraan yang luar biasa. Sampai-sampai Imam Ahmad bin Hanbal, saat ditanya seseorang tentang wara’, beliau menganjurkan untuk bertanya kepada Bisyr Al-Hafi, karena Bisyr tidak makan hasil bumi kota Baghdad (Al-Adab Asy-Syar’iyyah, Ibnu Muflih Al-Hanbali).

Imam Ibrahim bin Adham (100-162 H) pada satu waktu tidak mau minum air zamzam, saat ditanya mengapa beliau seperti itu, beliau menyatakan, “Seandainya saya punya ember sendiri untuk mengambil air zamzam tersebut, saya akan meminumnya.” (Al-Wara’, Ibnu Abi Ad-Dunya)

Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit (80-150 H) pernah diminta oleh khalifah Al-Manshur dari Daulah ‘Abbasiyyah untuk menjadi qadhi, namun beliau bersikeras menolaknya, sampai gara-gara itu akhirnya beliau dipenjara (Siyar A’lam An-Nubala, Adz-Dzahabi).

Catatan:

1. Istilah sufi di sini, menunjuk pada orang-orang yang berusaha menjaga dirinya dari hal-hal yang syubhat, menjalani riyadhah untuk semakin dekat kepada Allah ta’ala, dan senantiasa menjauhkan dirinya dari hal-hal yang bisa merusak agamanya zhahir dan batin.

2. Semua ulama di atas disebut oleh sebagian ulama sebagai contoh para sufi di era salaf. Ada yang menolak menyebut mereka sebagai sufi karena istilah “sufi” dalam persepsinya merupakan hal yang negatif. Tapi kita tidak perlu berdebat panjang tentang istilah, laa musyahhata fil ishthilah.

3. Sufi di era salaf terkenal dengan kewara’an dan kezuhudannya terhadap dunia, dan tiga contoh di atas sudah cukup untuk menunjukkan hal tersebut.

Bisyr Al-Hafi tidak mau makan hasil bumi Baghdad, karena khawatir di dalamnya terdapat harta syubhat, karena di sana ada tanah taklukan umat Islam yang belum dibagi.

Ibrahim bin Adham tidak mau menggunakan ember yang ada untuk mengambil air zamzam, karena ember itu milik penguasa, yang hartanya mengandung syubhat.

Abu Hanifah tidak mau menjadi qadhi, karena khawatir tidak bisa berlaku adil saat memutuskan perkara pada orang-orang yang memiliki kedudukan.

4. Bandingkan dengan sebagian orang yang menisbatkan diri pada tashawwuf dan sufi di era sekarang, yang bermudah-mudahan bermanis muka pada penguasa zalim, menerima amplop, gaji atau proyek dari mereka, bahkan sebagian terang-terangan menjilat penguasa di depan publik. Jauh sekali keadaan mereka dengan keadaan generasi salaf.

Leave a Reply