Oleh: Muhammad Abduh Negara
Salah satu rukun shalat, yang berupa rukun qauli (bacaan), yang wajib dibaca oleh imam, makmum, dan orang yang shalat sendirian, adalah membaca surah Al-Fatihah. Yang tidak membaca surah ini, kecuali pada kondisi tertentu (seperti masbuq dan orang yang tak mampu membacanya), shalatnya tidak sah.
Dan ada syarat-syarat yang wajib dipenuhi, agar bacaan surah Al-Fatihah dianggap sah, yaitu:
1. Membacanya berurutan kata demi kata dan ayat demi ayat, sesuai urutan yang seharusnya.
2. Berterusan (muwalah), tanpa ada pemisah di luar hal yang berkaitan dengan shalat. Jika ada pemisah yang memutus muwalah, maka wajib mengulang bacaan Al-Fatihah dari awal, namun shalatnya tidak batal.
3. Memperhatikan semua hurufnya, tidak meninggalkannya saat membacanya.
4. Memperhatikan semua tasydid-nya.
5. Tidak diam dalam waktu yang lama tanpa uzur, di tengah-tengah bacaan. Contoh uzur yang diterima: jahil (tidak tahu hukumnya), lalai, lupa dan kelelahan.
6. Tidak diam dalam waktu yang sebentar, dengan niat memutus bacaan. Jika ia diam dengan niat memutus bacaan, bacaannya batal dan wajib diulang. Namun jika ia niat memutus bacaan, tapi tidak diam saat niat tersebut, bacaannya tidak batal.
7. Membaca seluruh ayatnya, termasuk basmalah.
8. Tidak melakukan lahn yang mengubah makna. Dan lahn menurut ahli fiqih, mencakup mengubah i’rab dan mengganti satu huruf dengan huruf yang lain. Dan maksud mengubah makna adalah, mengubah makna satu kata menjadi makna yang berbeda, atau membuatnya menjadi tidak punya makna sama sekali.
Jika lahn yang terjadi tidak mengubah makna, bacaan Al-Fatihah tetap sah.
9. Surah Al-Fatihah sepenuhnya dibaca saat posisi berdiri pada shalat fardhu, atau pengganti posisi berdiri pada orang yang sakit yang kesulitan berdiri.
10. Seluruh bacaan Al-Fatihah terdengar oleh telinganya sendiri, jika pendengarannya normal dan suasana di sekitar tidak sedang ribut.
Jika bacaannya dalam hati, atau lidah dan mulutnya bergerak, namun tidak terdengar oleh telinganya, maka bacaannya tidak sah.
11. Tidak dicampuri oleh bacaan lain, kecuali yang berkaitan dengan kemaslahatan shalat, semisal ikut mengaminkan bacaan imam.
12. Tidak boleh membaca terjemah Al-Fatihah, meskipun ia tidak mampu membaca surah Al-Fatihah.
Orang yang tidak mampu baca Al-Fatihah, bisa menggantinya dengan tujuh ayat selain Al-Fatihah yang jumlah hurufnya tidak kurang dari Al-Fatihah, jika tidak mampu juga bisa dengan membaca tujuh macam zikir.
13. Tidak membaca dengan qiraah yang syadz yang mengubah makna, dan qiraah yang syadz yang dimaksud adalah selain qiraah sab’ah yang mutawatir.
14. Membaca Al-Fatihah harus dengan niat membaca Al-Fatihah sebagai rukun shalat, atau meniatkannya secara mutlak saja. Jika diniatkan sekadar pujian misalnya, tidak sah bacaannya.
Wallahu a’lam.
Rujukan: Kasyifah As-Saja Syarh ‘Ala Safinah An-Naja, karya Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi, Halaman 102-104, Penerbit Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah, Jakarta, Indonesia.
Catatan: Dengan sedikit tambahan dari referensi lain.
Leave a Reply