Oleh: Muhammad Abduh Negara
Tahdzir itu maknanya memberi peringatan kepada umat Islam akan bahayanya seorang ahli bid’ah dan ajakan untuk menghindari dan menjauhinya. Dan aktivitas tahdzir adalah aktivitas yang masyru’ (disyariatkan). Kalangan salaf pun melakukan hal ini.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata:
من وقر صاحب بدعة فقد أعان على هدم الإسلام
Artinya: “Siapa saja yang memuliakan ahli bid’ah, maka dia telah membantu menghancurkan Islam.”
Al-Auza’i saat mendengar ada orang yang bermajelis dengan ahlus sunnah dan juga dengan ahli bid’ah, beliau berkata:
هذا رجل يريد أن يساوى بين الحق والباطل
Artinya: “Ini orang yang ingin menyamakan antara hak dan batil.”
Konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah, jika seorang syaikh mentahdzir seorang tokoh ahli bid’ah, maka anda harus setuju dan menerima tahdzir tersebut, karena begitulah jalan salafunash shalih. Keberadaan ahli bid’ah di tengah masyarakat itu sangat berbahaya, sehingga dia memang layak untuk ditahdzir. Lurusnya agama kita adalah harga mati, wajib kita pertahankan sampai mati.
Sebaliknya jika anda tidak setuju atas tahdzir pada satu tokoh tertentu, itu berarti anda tidak menganggap tokoh tersebut sebagai ahli bid’ah, sehingga dia tidak layak ditahdzir.
Sebagai contoh, Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi misalnya. Ketika ada seseorang yang mentahdzir beliau dan menolak mengucapkan tarahhum secara terbuka saat beliau meninggal dunia, jika anda setuju bahwa sang syaikh ini ahli bid’ah, anda harusnya setuju atas sikap orang yang melakukan tahdzir tersebut.
Sebaliknya, kalau anda menganggap sang syaikh adalah seorang alim rabbani (meskipun tentu tidak luput dari kesalahan) dan bukan ahli bid’ah, selayaknya anda tidak setuju atas tahdzir yang dilakukan orang tersebut, karena itu tahdzir serampangan dan sekaligus tuduhan buruk kepada seorang alim rabbani yang wajib baginya mempertanggungjawabkan tahdzir tersebut di yaumil hisab nanti.
Nah jadi inkonsisten jika anda menganggap sang syaikh seorang ahli bid’ah, namun anda menolak tahdzir terhadap beliau, bahkan terang-terangan mengucapkan tarahhum atas beliau dan mengkritik yang tidak mau tarahhum secara terbuka. Sikap semacam ini hanya lahir dari seorang penjilat, yang ingin disenangi di sini dan di sana, tanpa peduli keselamatan agamanya sendiri.
Lalu bagaimana?
Saya pribadi secara tegas menyatakan Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dan orang-orang semisal beliau adalah seorang alim rabbani, yang mencoba mengikuti jalan salaf, sekaligus membawa fiqih bisa berhadapan dengan realita zaman sekarang tanpa terkungkung dan jumud dengan fatwa ulama di masa lalu. Tentu beliau bukan ahli bid’ah, dan jelas tak layak ditahdzir. Meski kita semua sepakat, beliau juga memiliki kesalahan dan ketergelinciran, sebagaimana ulama lainnya.
Dan anda, silakan pilih sikap yang paling tepat menurut anda berdasarkan ilmu yang sampai pada anda, dan pastikan anda siap mempertanggungjawabkannya di akhirat kelak. Jangan menjadi penjilat yang hanya ingin disukai semua manusia, jangan juga melakukan tahdzir serampangan, karena daging ulama itu beracun.
Wallahu a’lam.
Leave a Reply