Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Tips Belajar Online (2)

Oleh: Muhammad Abduh Negara

📝Kesungguhan dan Panjangnya Waktu

Ada syair masyhur dari Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i rahimahullah tentang menuntut ilmu, yaitu:

أخي لن تنال العلم إلا بستةٍ… سأنبيك عن تفصيلها ببيانِ
ذكاءٌ وحرصٌ واجتهادٌ وبُلغةٌ… وصحبةُ أستاذٍ وطولُ زمانِ

Artinya:

“Saudaraku, anda tidak bisa mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara… Saya akan menyebutkannya secara terperinci.

Yaitu kecerdasan, semangat tinggi, kesungguhan, modal harta… Membersamai guru dan panjangnya waktu.”

Ungkapan beliau ini, meskipun bukan wahyu yang wajib diikuti, tapi ia lahir dari seorang alim yang terbukti keberhasilannya dalam meraih ilmu, dan ungkapan tersebut pun dapat dibuktikan kebenarannya sepanjang masa. Karena itu, ungkapan tersebut layak dijadikan acuan kita dalam thalabul ‘ilm (menuntut ilmu).

Hal ini pun relevan dengan pembelajaran online. Kita ambil dua poin dulu dari syair Asy-Syafi’i di atas, yaitu kesungguhan (اجتهاد) dan panjangnya waktu (طول زمان). Aktivitas belajar, dengan sarana apapun, offline maupun online, tetap mengharuskan kesungguhan dari si pelajar. Belajar online bukan berarti bisa leha-leha, santai, dan tidak ada kesungguhan. Bahkan dari beberapa sisi, kesungguhan dalam belajar online perlu lebih tinggi dibandingkan belajar tatap muka.

Mental “bersungguh-sungguh” ini yang kadang hilang dari orang yang ikut belajar online. Tidak ada usaha keras untuk memahami materi, tidak ada keinginan untuk murajaah (mengulang-ulang pelajaran), tidak ada upaya untuk meneliti dan mencari berbagai sumber pendukung untuk menguasai ilmu yang sedang dipelajari. Bahkan sangat disayangkan, kadang dia hanya ‘menyentuh’ ilmu yang sedang dipelajarinya tersebut, saat berlangsung kelas online-nya saja (yang kadang hanya sekali seminggu), setelah itu ditinggalkan dan dilupakan.

Model belajar tanpa kesungguhan seperti ini, akan membuatnya selangkah lebih dekat menuju kegagalan.

Berikutnya tentang panjangnya waktu. Ini masalah besar bagi orang yang mau melangkahkan kakinya di jalan penuntut ilmu sejak dulu, dan tampaknya gejalanya lebih terasa di era internet dan media sosial saat ini. Sebagian orang sudah merasa berilmu, hanya dengan membaca satu dua artikel di website, facebook atau lainnya, atau dengan menyimak satu dua potongan video ceramah di youtube.

Membaca satu atau dua artikel lepas, dan menyimak satu atau dua potongan video yang membahas tema tertentu, sebaik apapun materi tersebut disajikan, hanya akan memberikan kita tambahan ilmu jika kita telah memahami dengan baik dasar-dasar keilmuan dari tema yang sedang dibahas. Jika kita belum punya dasar keilmuan, yang terjadi hanya kebingungan saja.

Kalau mau bukti, anda yang tidak pernah belajar aqidah atau pembahasan kalam secara mendalam, coba ikuti kajian atau perdebatan para ustadz yang sedang mengulas satu tema spesifik tentang hal ini di dunia maya, misalnya tentang “mana pendekatan yang tepat terhadap ayat dan Hadits yang membahas istiwa, yad, aynallah, dan semisalnya, apakah itsbat makna tafwidh kayfiyyah, tafwidh makna atau takwil makna”. Saya yakin anda tidak akan memahami bahasan tersebut dengan baik. Kalaupun ada yang mengaku paham, hakikatnya dia sedang membohongi diri sendiri, seperti anak TK yang mengaku paham diktat mahasiswa S2.

Untuk membangun kompetensi keilmuan tertentu, atau untuk menguasai dasar-dasar cabang ilmu tertentu, tidak bisa instan. Ia perlu waktu. Durasinya memang bisa dipercepat, dengan meningkatkan intensitas belajar, menemukan guru yang menguasai materi dengan baik dan mampu menjelaskannya juga dengan baik, dan kita sendiri yang memang punya kecerdasan di atas rata-rata. Namun, durasi yang sudah dipercepat ini pun, tetap harus menempuh waktu yang tidak sebentar. Tidak ada jalan instan untuk menguasai satu ilmu.

Wallahu a’lam.

Leave a Reply