Oleh: Muhammad Abduh Negara
Benar kata Ibnu Taimiyyah, fa inna ‘ulama-ahum khiyaruhum, ulama kaum muslimin adalah orang-orang terbaik di tengah-tengah kaum muslimin. Mereka adalah thaifah zhahirah, sebagaimana kata Al-Bukhari, yang senantiasa tegak di atas kebenaran, membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan.
Mereka yang berinisiatif mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf, dan beberapa waktu kemudian melakukan standarisasi mushaf, yang kita kenal dengan mushaf rasm ‘Utsmani. Tujuannya, menjaga Al-Qur’an dari tahrif dan tabdil, serta menghindarkan umat Islam dari konflik sesama muslim.
Mereka yang menyusun ilmu nahwu, saat umat Islam melemah kemampuan bahasa Arabnya dan terjadi lahn dalam ucapan mereka. Tujuannya, agar bahasa Al-Qur’an dan As-Sunnah, tetap langgeng hingga akhir zaman.
Mereka yang membuat tradisi sangat ilmiah, yang tidak dikenal oleh umat dan peradaban lain, yaitu tradisi sanad untuk menjaga kevalidan riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibn Al-Mubarak berkata, “Isnad itu bagian dari agama, seandainya tidak ada isnad, semua orang akan berkata apa saja yang dia inginkan.”
Seandainya tidak ada kajian terhadap sanad, maka Hadits palsu akan tersebar luas, dan kita tak mampu memilah, mana yang benar dari Nabi, dan mana yang merupakan kedustaan atas nama beliau.
Mereka juga, yang dengan tegas menasihati dan mengoreksi penguasa, baik empat mata, maupun terang-terangan, saat para penguasa itu jatuh pada kezaliman dan kemungkaran.
Mereka, selain membela Islam dengan kitab-kitab yang mereka susun, juga terlibat dalam perang fi sabilillah, membela agama Allah. Mereka mengumpulkan dua kemuliaan sekaligus, hitamnya tinta ulama, dan merahnya darah syuhada.
Itu juga yang dilakukan Al-Buthi dengan Fiqh Sirah-nya, yang menjelaskan syubhat kalangan orientalis dan pengikut mereka dari kalangan kaum muslimin, yang seakan membela dan memuji kehebatan, kecerdasan, kepiawaian dan kejeniusan Muhammad, tapi mereka lupa faktor utama keberhasilan dakwah Nabi, adalah karena beliau dibimbing oleh wahyu dari Allah ta’ala.
Mereka lupa, Muhammad itu adalah seorang Nabi dan Rasul, shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dibimbing oleh wahyu. Bukan sekadar tokoh agung dan pemimpin hebat. Mereka ingin menunjukkan, semua keberhasilan Muhammad itu karena kehebatannya sendiri, bukan karena pertolongan Allah ta’ala. Ujungnya, desakralisasi agama dan wahyu.
Demikianlah ulama, dari zaman ke zaman, mereka menjadi pembela Islam yang paling terdepan. Al-Qur’an tegak melalui mereka, dan mereka tegak berdiri di atas bimbingan Al-Qur’an. Melalui lisan mereka, Al-Kitab berbicara, dan kata-kata mereka dibimbing oleh Al-Kitab.
Leave a Reply