Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Wasathiyyah Islam, Berdiri di Tengah Antara Ifrath dan Tafrith Bukan Talfiq Antara Haq dan Batil

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Dalam kitab “Shina’ah Al-Fatwa Fi Al-Qadhaya Al-Mu’ashirah”, karya Dr. Quthb Ar-Raisuni, dalam bahasan “Taf’il Manhaj Al-Wasathiyyah Fi Al-Fatwa”, disebutkan karakteristik khas wasathiyyah (biasa diterjemahkan dengan: moderat atau moderasi) dalam Islam, yaitu ia berada di tengah-tengah antara tasyaddud (memberat-beratkan) dan tasahul (meringan-ringankan), antara ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (bermudah-mudahan).

Wasathiyyah Islam berdiri di atas sifat adil, inshaf (proporsional), memilih yang terbaik dari dua kebaikan yang harus dipilih, dan jika harus memilih saat terjatuh pada dua keburukan, maka ia menjauhi yang terburuk dari dua keburukan tersebut.

Di kitab ini juga disebutkan bahwa wasathiyyah Islam itu bukan melakukan talfiq (campur aduk) antara yang haq dan yang batil.

Dan dari beberapa bacaan saya tentang konsep wasathiyyah dalam Islam, yang dijelaskan oleh para ulama, baik ulama terdahulu maupun ulama sekarang, beginilah memang konsep wasathiyyah (moderasi) dalam Islam. Ia adalah Islam itu sendiri, sejalan dengan manhaj Nabawi, sebagaimana pernah beliau shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam sampaikan semisal, “Saya shalat malam, dan saya juga tidur…”, sesuai dengan konsep Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang jauh dari sikap ghuluw (ifrath) yang merusak, juga sikap taqshir (tafrith) yang menggelincirkan.

Sayangnya, di sebagian kalangan konsep wasathiyyah Islam ini diubah maknanya, disimpangkan pemahamannya, hingga orang-orang memahami, Islam yang moderat itu adalah Islam yang tidak terlalu terikat dengan aturan-aturan Syariah, dan yang bisa menerima nilai-nilai Barat, tanpa filter dan standar yang jelas. Memang tidak semua dari Barat harus kita tolak, ada yang bisa kita terima, ada yang kita ambil dengan melalui proses pembersihan hal-hal yang kotor, ada juga yang memang harus dibuang karena ia racun bagi peradaban Islam.

Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam “Dirasah Fi Fiqh Maqashid Asy-Syari’ah” dan “Al-Fatwa Bayna Al-Indhibath Wa At-Tasayyub” menyebutkan satu kelompok yang mengambil nilai-nilai Barat, lalu memaksakannya masuk ke dalam konsep Islam, memberikan “dalih pembenaran” atasnya, meski harus menabrak dalil-dalil yang qath’i, meski harus merobek konsep yang tsawabit dalam Islam.

Orang-orang semacam ini, hakikatnya sedang melakukan talfiq antara yang haq dan batil, mencampur madu dengan racun, memasukkan najis ke air murni, kemudian menamakannya Islam moderat. Orang-orang awam, yang tak punya perhatian terhadap ilmu-ilmu Islam, mengira inilah ajaran Islam yang benar, yang sesuai dengan perkembangan zaman, yang bisa membawa Islam maju peradabannya. Padahal ini sebenarnya menjatuhkan umat Islam ke kubangan lumpur, merusak indahnya peradaban Islam dengan mencampurkan kotoran ke dalamnya.

Mereka misalnya, mengatasnamakan keadilan dan perubahan zaman, ingin menyamakan bagian warisan laki-laki dan perempuan, meski jelas menabrak nash sharih dalam Al-Qur’an. Mereka ada yang membenarkan zina, dengan istilah perluasan makna “milkul yamin”. Ada juga yang terbaru, membebaskan batasan aurat, dengan alasan perbedaan adat dan tradisi. Semua ini bukan manifestasi konsep wasathiyyah dalam Islam, tapi talfiq antara yang haq dan yang batil.

Leave a Reply