Oleh: Muhammad Abduh Negara
Saat menyimak potongan video jawaban UKB yang sempat ramai, saya melihat memang ada yang layak dikritisi. Bukan tentang hukum wayangnya, karena itu memang debatable, ikhtilaf. Dan perlu diperjelas, jawaban beliau memang menunjukkan beliau mengharamkan wayang saat itu, karena jawaban beliau meski tidak spesifik menyebut kata “haram”, tapi jika dikaitkan dengan konteks pertanyaan, dan mengikuti kaidah السؤال معاد في الجواب, jelas arahnya ke pengharaman. Tapi kembali lagi, itu biasa saja, memang itu ranah ikhtilaf. Yang perlu dikritisi adalah, saat beliau mengomentari hubungan agama Islam dan budaya, yang tampak tidak tepat. Meski pernyataan beliau singkat sekali, dan mungkin saja cuma kepeleset lidah.
Tapi seandainya pun kita sepakati beliau keliru, kekeliruannya adalah kekeliruan ilmiah, yang cukup dikoreksi atau dibantah secara ilmiah, via tulisan atau video kajian misalnya. Jelas sangat tidak perlu pelaporan ke pihak berwenang, atau perundungan yang dilakukan kalangan “rahayu” dan “Islam ramah” seperti saat ini.
Perundungan dan penghinaan kepada sosok UKB oleh kalangan “Islam ramah” dengan pagelaran wayang yang terlalu kebablasan, serta berbagai hujatan lain kepada beliau, menunjukkan untuk ke sekian kalinya, kegagalan kelompok “Islam ramah” menunjukkan keramahan dan sifat rahmah mereka.
Kita perlu melihat hal ini dari desain besar yang ada. Jangan terjebak pada sosok UKB yang mungkin dianggap representasi Wahhabi Indonesia, sehingga yang kurang senang dengan Wahhabi, ikut-ikutan menari bersama kaum rahayu dan “Islam ramah”. UKB dalam konteks ini, tidak disenangi, bukan karena aqidah Taimi yang beliau anut, atau karena beliau punya sanad Ushul Tsalatsah, tapi karena beliau dianggap menyerang “tradisi leluhur” yang didewakan oleh sebagian kalangan.
Jangan juga sibuk berdebat, soal wayang sebagai wasilah dakwah dan Islamisasi atau tidak. Karena kalangan “Islam ramah” ini pun, sangat mungkin akan menghujat wayang dan dalang, jika dia menjadikan wayang sebagai media dakwah Islam. Bagi mereka, semua budaya harus ditoleransi bahkan didukung, kecuali budaya yang mengarah ke arah Islamisasi, dakwah Islam, formalisasi Islam, dan semisalnya.
Boleh dikatakan, wayang hanya dijadikan alat saat ini, untuk menggebuk siapapun yang ingin mewarnai Nusantara dengan Islam (yang mereka sebut dengan: Arabisasi). Seperti kata Sujiwo Tejo, mereka yang saat ini tampak membela wayang, sangat mungkin selama ini tidak pernah peduli dengan wayang, apalagi ikut menghadiri pagelaran wayang semalam suntuk.
Dan UKB hanya salah satu yang “kena tembak” di awal, seperti ormas H** dan F** sebelumnya. Ke depan, MUI, Muhammadiyah, serta ormas Islam lainnya dan para muballigh yang populer di dunia maya, perlu siap-siap, siapa tahu akan dijadikan sasaran berikutnya.
Selama anda punya semangat dakwah Islam yang bersih dari liberalisme, pluralisme wa akhawatuha, berupaya melakukan amar ma’ruf nahi munkar, dan punya harapan Indonesia bisa lebih baik keislamannya, maka anda berpotensi menjadi sasaran tembak suatu saat nanti.
Leave a Reply