Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Ushul Fiqih

Apakah Seluruh Shahabat Nabi Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in Dihukumi Adil?

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Dalam “Ghayah Al-Wushul” disebutkan ada perbedaan pendapat tentang status para shahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum ajma’in, apakah mereka seluruhnya adil, atau ada perincian, atau sama saja dengan kaum muslimin lainnya. Berikut pendapat-pendapat tersebut:

1. Seluruh shahabat adil, sehingga tidak perlu meneliti sifat ‘adalah (عدالة) mereka satu persatu, baik dalam riwayat Hadits maupun kesaksian. Seluruh riwayat mereka diterima, demikian juga kesaksian mereka. Dan ini merupakan pendapat yang paling shahih dari semua pendapat yang ada.

Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

Artinya: “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 110)

Juga firman-Nya:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا

Artinya: “Dan demikian pula, Kami menjadikan kalian sebagai umat pertengahan (umat yang adil dan pilihan).” (QS. Al-Baqarah [2]: 143)

Umat yang dimaksud dalam dua ayat di atas, adalah para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in.

Hal ini juga disebutkan dalam Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

خير أمتي قرني

Artinya: “Sebaik-baik umatku adalah yang hidup di masaku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

2. Para shahabat sama seperti umat Islam generasi berikutnya, sehingga perlu diteliti sifat ‘adalah mereka, sebagaimana pada generasi lainnya. Kecuali yang tampak jelas (zhahir) sifat ‘adalah-nya, atau dipastikan (maqthu’) ‘adalah-nya, seperti Abu Bakr dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma.

3. Seluruh shahabat adil, sampai pada masa terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Setelah peristiwa tersebut, sifat ‘adalah mereka tidak bisa dipastikan, dan perlu diteliti, sebagaimana penelitian pada generasi setelah mereka. Hal ini karena terjadi fitnah (kekacauan dan berbagai masalah) setelah peristiwa tersebut di antara mereka.

4. Seluruh shahabat adil, kecuali yang terlibat memerangi ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Mereka dianggap fasiq karena memberontak pada pemimpin umat Islam yang sah.

Namun tuduhan fasiq pada mereka ini dibantah, karena dalam peristiwa peperangan tersebut, mereka semua sedang berijtihad, dan mereka tidak berdosa karena ijtihad mereka tersebut, meskipun ijtihad tersebut salah, bahkan mereka mendapatkan pahala karena ijtihad tersebut.

Inilah empat pendapat tentang keadilan para shahabat, sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari, dan pendapat yang ashah (yang paling shahih) adalah pendapat pertama, sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya.

Beliau kemudian menjelaskan, menurut seluruh pendapat yang ada di atas, bahwa jika ada seorang shahabat yang jatuh pada kemaksiatan, seperti pencurian dan perzinaan, maka mereka diperlakukan sebagaimana mestinya kepada pelaku kemaksiatan. Hal ini karena, meskipun mereka adil, tapi mereka tidak ma’shum. Artinya, mereka masih mungkin jatuh pada kesalahan dan kemaksiatan, sebagaimana manusia lainnya. Namun, mengikuti pendapat yang paling shahih, riwayat dan kesaksian mereka diterima sepenuhnya, bagaimanapun keadaan mereka, selama dipastikan mereka termasuk salah satu shahabat Nabi.

Wallahu a’lam.

Rujukan: Ghayah Al-Wushul Ila Syarh Lubb Al-Ushul, karya Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari, Halaman 504-505, Penerbit Dar Al-Fath, ‘Amman, Yordania.

Leave a Reply