Oleh: Muhammad Abduh Negara
Menghadap kiblat merupakan syarat sah shalat, dan untuk mengetahui kiblat ada empat langkah yang bisa dilakukan, secara berurutan mulai dari yang paling utama, yaitu:
1. Mengetahui kiblat tersebut secara yakin, misalnya dia melihat langsung kiblat tersebut saat berada Masjidil Haram, atau bagi orang yang buta dia menyentuhnya langsung.
Bisa juga, dia melihat langsung tempat shalat yang pernah dipakai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ditetapkan melalui khabar mutawatir, bahwa Rasul pernah shalat di sana menghadap kiblat.
Pada kondisi ini, tidak boleh melakukan ijtihad, karena dia bisa menghadap kiblat secara yakin.
2. Mendapatkan informasi dari orang yang tsiqah (terpercaya) tentang kiblat, yang si pemberi informasi tersebut mengetahuinya melalui jalan nomor 1 di atas. Misal, orang yang tsiqah itu berkata kepada kita, “Saya melihat fisik Ka’bah, dan ia di posisi ini.”
Menurut penulis Ghayah Al-Muna, semakna dengan informasi dari orang yang tsiqah ini adalah, dia menghadap kiblat dengan melihat mihrab-mihrab masjid umat Islam yang bisa dijadikan pegangan, atau dia menghadap kiblat dengan bantuan kompas. Namun, informasi dari orang yang tsiqah, lebih diutamakan dari hal ini.
Adapun menurut penulis At-Taqrirat As-Sadidah, bantuan kompas itu berada pada urutan ketiga, bukan urutan kedua ini.
3. Mengetahui kiblat melalui ijtihad, dengan melihat tanda-tanda yang bisa membantu untuk mengetahuinya, misal melihat pergeseran matahari dan bulan, posisi bintang-bintang, letak pegunungan, arah angin, dan lain-lain.
Termasuk dalam hal ini, menurut penulis At-Taqrirat As-Sadidah, adalah melihat kompas.
4. Jika tidak mampu berijtihad, maka pilihan terakhirnya adalah taqlid kepada orang yang berijtihad.
Jika seseorang shalat tanpa taqlid saat menghadap kiblat, maka dia harus mengqadha shalat tersebut, meskipun pada faktanya shalatnya kebetulan benar-benar menghadap kiblat.
GMN (255)
TQS (1/202)
Leave a Reply