Oleh: Muhammad Abduh Negara
Fardhu wudhu dalam madzhab Syafi’i ada enam, yaitu:
1. Niat berbarengan dengan membasuh wajah
2. Membasuh seluruh wajah
3. Membasuh kedua tangan sampai siku
4. Mengusap sebagian kepala
5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
6. Tertib (berurutan)
Maksud tertib (ترتيب) atau berurutan itu adalah, membasuh wajah dulu, baru membasuh kedua tangan, lalu mengusap kepala, kemudian membasuh kaki. Jika empat aktivitas wudhu ini terbolak-balik urutannya, tidak sah wudhunya.
Dalil dari wajibnya tertib ini, adalah analisis terhadap ayat wudhu, yaitu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian akan mendirikan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, dan tangan-tangan kalian sampai siku, dan usaplah kepala kalian, dan basuhlah kaki-kaki kalian sampai mata kaki. (QS. Al-Maidah [5]: 6)
Dalam ayat di atas, disebutkan anggota-anggota wudhu secara berurutan, dihubungkan oleh huruf ‘athaf (kata sambung) “waw” (الواو). Dan huruf ‘athaf “waw” tidak menunjukkan faidah berurutan. Artinya, jika sekadar mengacu penyebutan anggota wudhu secara berurutan dengan huruf “waw” sebagai penghubung, maka itu tidak menunjukkan wajibnya tertib. Lalu, dari mana kita dapatkan kewajiban tertib tersebut?
Kewajiban tertib itu didapatkan dari disebutkannya mengusap sebagian kepala (وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ) di antara membasuh kedua tangan dan membasuh kedua kaki. Dalam uslub (gaya) bahasa Arab, dua hal yang sejenis tidak dipisahkan oleh sesuatu yang berbeda jenis, kecuali untuk tujuan tertentu.
Dalam ayat wudhu, tiga anggota wudhu aktivitasnya adalah membasuh (غسل) dan hanya satu yang mengusap (مسح), yaitu kepala. Seandainya tanpa tujuan, menurut uslub bahasa Arab, seharusnya disebutkan dulu membasuh wajah, tangan dan kaki, baru mengusap kepala. Dan tujuan dari pemisahan hal yang sejenis pada ayat wudhu ini adalah untuk menunjukkan wajibnya tertib dalam melakukan fardhu wudhu, sebagaimana yang disebutkan pada ayat wudhu tersebut.
Hal ini didukung oleh banyak sekali Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang diriwayatkan oleh banyak shahabat, yang menunjukkan wudhu Nabi, dengan berbagai sifat wudhu yang berbeda. Sebagai contoh, ada yang menyebutkan Nabi berwudhu tiga kali tiga kali, ada yang menyebutkan dua kali dua kali, ada juga sekali sekali. Demikian juga perbedaan-perbedaan lainnya. Namun, dari semua Hadits tersebut, tidak sekali pun disebutkan bahwa urutan fardhu wudhu (membasuh wajah, lalu membasuh kedua tangan, kemudian mengusap kepala, seterusnya membasuh kaki) itu berubah. Semua tetap berurutan sebagaimana dalam ayat wudhu. Dan hal ini menunjukkan wajibnya tertib, karena seandainya ia tidak wajib, tentu minimal ada satu riwayat yang menunjukkan wudhu Nabi yang tidak berurutan.
Juga berdasarkan Hadits tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengajari seseorang shalat, karena dia tidak bisa shalat dengan benar. Dalam Hadits tersebut Nabi berkata:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَتَوَضَّأْ كَمَا أَمَرَكَ اللَّهُ
Artinya: “JIka anda akan mendirikan shalat, berwudhulah sebagaimana yang Allah perintahkan.” (HR. At-Tirmidzi)
Dan perintah Allah ta’ala dalam ayat wudhu menunjukkan aktivitas fardhu wudhu itu dilakukan secara berurutan.
Wallahu a’lam.
Rujukan: At-Tadzhib Fi Adillah Matn Al-Ghayah Wa At-Taqrib, karya Dr. Mushthafa Dib Al-Bugha, Halaman 14-16, Penerbit Dar Al-Mushthafa, Damaskus, Suriah.
Leave a Reply