Oleh: Muhammad Abduh Negara
Ada yang mengatakan, demonstrasi haram secara mutlak, karena ia menjadi wasilah bagi pemberontakan. Benarkah ini?
Jawab:
1. Orang ini tidak memiliki tashawwur yang matang terhadap fakta dan tujuan demonstrasi. Padahal kaidahnya: الحكم على الشيء فرع عن تصوره.
2. Orang ini juga tidak mampu membedakan waqi’ yang berbeda, antara negara demokrasi (baik liberal penuh seperti USA, maupun serba tanggung seperti Indonesia), negara super duper otoriter (seperti Korea Utara), dan monarki absolut (seperti KSA). Kalau tidak paham waqi’, bagaimana bisa berfatwa?
3. Bahkan istilah “pemberontakan” sendiri itu cukup khas kondisi negara monarki, baik non-Islami maupun Islami (seperti khilafah pasca Al-Khulafa Ar-Rasyidin di masa lalu).
Sulit menemukan fakta “pemberontakan” pada negara yang sepenuhnya menganut demokrasi. Bahkan reformasi 1998 itu tidak bisa disebut pemberontakan, karena turunnya Soeharto itu dilakukannya sendiri, berdasarkan permintaan dari MPR (dengan desakan rakyat).
Kalau di negara otoriter non monarki, mungkin terjadi people power yang mirip dengan pemberontakan, meski tidak sepenuhnya sama. Karena pemberontakan di kitab-kitab fiqih itu mengangkat senjata dan mengumandangkan perang, sedangkan people power itu dengan pengerahan massa dan opini, tanpa penggunaan senjata.
Di negara otoriter, juga sering terjadi kudeta militer. Ini faktanya mirip dengan pemberontakan, tapi kudeta militer itu operasi bersenjata, yang diawali dengan operasi senyap, tidak talazum dan tidak selalu karena ada demonstrasi sebelumnya.
4. Kembali ke Indonesia, hampir seluruh demonstrasi yang ada di Indonesia, apalagi pasca reformasi, tidak ada hubungannya dengan pemberontakan.
5. Fakta bahwa demonstrasi itu instrumen penyampaian pendapat yang dilindungi undang-undang, menunjukkan ia berbeda dengan pemberontakan. Mana ada penguasa dan pemangku kebijakan yang memfasilitasi dan mengizinkan pemberontakan atas dirinya?
6. Fatwa ulama itu bukan dalil. Jadi dalam debat, tidak boleh berhujjah hanya dengan fatwa ulama. Fatwa ulama hanya untuk amal pribadi.
7. Fatwa itu seringkali terikat dengan pertanyaan, juga terikat dengan situasi dan kondisi khusus, serta tempat dan waktu tertentu, dan tidak bisa dinukil di sembarang tempat dan dibawa untuk menghukumi fakta yang berbeda.
8. Demonstrasi pada asalnya mubah, karena ia hanya wasilah penyampaian pendapat pada pemangku kebijakan, namun hukumnya bisa berubah sesuai fakta dan keadaan demonstrasi tersebut. Dan penetapan hukumnya tidak bisa dilakukan secara generalisasi, tapi harus melihat kasus per kasus.
Jadi, bisa saja kita katakan, demonstrasi A boleh hukumnya karena tidak ada pelanggaran syariah di dalamnya, sedangkan demonstrasi B haram hukumnya karena isinya mendukung LG**, terjadi ikhtilath, pelakunya melanggar waktu shalat, merusak fasilitas umum, dll.
Leave a Reply