Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Di Tuduh Sok Bijak

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Dulu ada akun yang meng-add saya, karena tampaknya melihat saya sering mengkritisi pemahaman salafi kontemporer, dan ia menganggap itu sebagai sikap inshaf. Faktanya memang ada yang menganggap sikap inshaf itu, kalau senang mengkritik salafi, bahkan dibuat grup pula untuk itu.

Kemudian ada momen, beberapa kali saya membela salafi dan mengkritisi para pengkritiknya, yang menurut saya kebablasan. Eh, si akun tersebut, ngomel-ngomel di status FB-nya menganggap saya sok bijak, padahal timpang sebelah. Dia menganggap saya timpang sebelah, karena saat itu banyak mengkritik balik pihak pengkritik salafi. Dan tampaknya ia lupa, saya juga sering mengkritisi salafi.

Ya, akun ini termasuk kelompok, yang menganggap sikap inshaf, adil dan cerdas itu, jika suka mengkritik salafi. Jika sebaliknya, maka itu sikap tidak adil dan sok bijak saja.

Cerita lain, dulu saat terjadi perbedaan penentuan waktu idul adha, antara Saudi Arabia dan Indonesia, banyak aktivis HT yang mengejek orang-orang yang mengikuti keputusan Indonesia dengan ungkapan seperti, “wuquf di monas”, dan semisalnya. Perlu dipahami, HT tidak pro Saudi, bahkan mereka menganggap Saudi dan seluruh negara lainnya, bukan negara Islam. Bagi mereka, saat ini tidak ada satu negara Islam pun. Hanya saja, fiqih mereka menganggap penentuan idul adha harus mengikuti putusan penguasa Makkah, dan pada saat ini, penguasa tersebut adalah Saudi Arabia.

Menurut mereka, putusan kemenag RI yang menyelisihi putusan pemerintah Saudi dalam penentuan idul adha, adalah sebuah kemungkaran, dan yang mengikutinya telah melakukan perbuatan dosa yang sangat tercela. Karena itu, bagi sebagian mereka, sah-sah saja mengeluarkan umpatan dan ejekan kepada orang-orang yang mengikuti putusan idul adha kemenag RI.

Saat itu saya menulis, mengkritik sikap mereka ini, dan menjelaskan bahwa tidak ada kesepakatan ulama, bahwa penentuan idul adha harus mengikuti putusan penguasa Makkah.

Eh malah ada akun yang mengkritik -mungkin lebih tepat: menghujat- saya, dan menganggap saya sok bijak, dll. Mereka seakan tak mau menerima, ada pendapat yang berbeda dari yang mereka pahami.

Bagi sebagian mereka, pendapat syadz (nyeleneh) sekali pun, jika itu dilontarkan oleh tokoh mereka, menjadi pendapat yang kuat, atau minimal wajib dihormati sebagai keragaman ijtihad (???). Sebaliknya, pendapat ulama dan madzhab yang mu’tabar sekali pun, atau pandangan ulama kontemporer yang diakui luas keilmuannya, akan ditolak, tidak layak dihormati, dan dianggap syadz oleh mereka, jika menyelisihi pendapat yang dipegang kelompok mereka.

Ya begitulah. Masalah kita sebenarnya, bukan kurang ilmu. Kurang ilmu, jika disertai sikap tahu diri, tidak ada masalah. Yang jadi masalah, sudah kurang ilmu, tidak tahu diri, diperparah sikap ta’ashshub (fanatisme buta) pada kelompok.

Leave a Reply