Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Qawa'id Fiqhiyyah, Ushul Fiqih

Kaidah “Al-Ashlu Fil Asy-Yaai Al-Ibahah”

A close shot of boats near the dock on the water with blurred buildings in the background at daytime

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Kaidah “al-ashlu fil asy-yaai al-ibahah” (الأصل في الأشياء الإباحة) adalah salah satu kaidah fiqih yang dipegang oleh jumhur ulama, termasuk kalangan Syafi’iyyah, yang artinya dalam bahasa Indonesia, “Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah”. Maksudnya, jika sesuatu tidak ada penjelasannya yang tegas dalam nash Syariat tentang halal-haramnya, maka ia halal hukumnya.

Di antara dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

وسخر لكم ما في السماوات وما في الأرض جميعا منه

Terjemah: “Dan Dia telah menundukkan untuk kalian semua yang ada di langit dan di bumi, (sebagai rahmat) dari-Nya.” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 13)

Berdasarkan Ayat di atas dan Ayat-Ayat semisal, Allah ta’ala menjelaskan bahwa Dia menciptakan dan menundukkan semua yang di langit dan di bumi untuk manusia, dan itu berarti hukum asal untuk semua hal tersebut adalah halal dan mubah digunakan.

Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ما أحل الله فهو حلال، وما حرّم فهو حرام، وما سكت عنه فهو عفو، فاقبلوا من الله عافيته، فإن الله لم يكن لينسى شيئا

Terjemah: “Apa yang Allah halalkan maka ia halal, dan apa yang Allah haramkan maka ia haram, sedangkan apa yang Dia diamkan maka itu dimaafkan, maka terimalah oleh kalian pemaafan dari Allah tersebut, karena Allah tidak pernah melupakan sesuatu.” (HR. Al-Bazzar, Ath-Thabarani, dan Al-Baihaqi, dari Abu Ad-Darda radhiyallahu ‘anhu, dengan sanad Hasan)

Hadits di atas menunjukkan hal-hal yang tidak dijelaskan Allah ta’ala hukumnya, berarti ia dimaafkan dan boleh diambil atau dilakukan.

Contoh Penerapan Kaidah:

  1. Hewan yang musykil (tidak jelas) keadaannya, menurut pendapat yang ashah halal hukumnya, sebagaimana dikatakan oleh Ar-Rafi’i.
  2. Tumbuhan yang tidak diketahui namanya, hukumnya juga halal.
  3. Semua makanan, minuman, pakaian dan tasharruf (perkataan dan perbuatan), jika tidak ada dalil yang jelas menghalalkan dan mengharamkan, maka hukum asalnya mubah.
  4. Hukum asal akad (transaksi) sah hukumnya, kecuali yang ditetapkan batal oleh Allah dan Rasul-Nya.
  5. Hukum asal benda cair itu suci.
  6. Hukum asal permainan mubah hukumnya menurut Asy-Syafi’i, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
  7. Hukum asal dari air adalah suci.
  8. Hukum asal dari pakaian itu suci.

Namun ada beberapa hukum yang keluar dari kaidah “al-ashlu fil asy-yaai al-ibahah” ini, di antaranya:

  1. Hukum asal dari kemaluan perempuan adalah haram.
  2. Hukum asal dari ibadah adalah tauqifi, harus ada dalil dari Syariat, sedangkan yang tidak didukung oleh dalil maka ia bid’ah dan haram.
  3. Hukum asal dari sembelihan adalah haram, selama tidak dipastikan (tsabit) bahwa ia melalui penyembelihan yang syar’i.

Wallahu a’lam bish shawab.

Rujukan: Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Wa Tathbiqatuha Fi Al-Madzhab Asy-Syafi’i, karya Dr. Muhammad Az-Zuhaili, Juz 2, Hlm. 59-62.

Leave a Reply