Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Syarah Hadits

Kapan Shalat Sah Dan Maqbul Meski Tanpa Thaharah?

Muslim praying in Sujud posture

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Hadits لا يقبل الله صلاة أحدكم… meniscayakan tidak sahnya shalat seseorang tanpa thaharah. Namun, ada kondisi, shalat seseorang sah, meski tanpa wudhu dan tayammum, yaitu saat ia tidak mendapatkan air untuk wudhu dan tanah untuk tayammum. Pada kondisi ini, ia shalat dalam keadaannya, semampunya, meski tanpa thaharah.

Dan orang ini tidak wajib mengulang (i’adah) shalatnya ketika sudah mendapatkan air atau tanah, menurut salah satu qaul dari Asy-Syafi’i, dan pendapat yang terpilih (mukhtar) dari sekelompok ulama peneliti dari Syafi’iyyah, juga pendapat dari beberapa ulama lainnya. Hal ini karena Hadits “laa yaqbalu…” berlaku pada kondisi asal dan ghalib (umumnya keadaan yang berlaku), sedangkan pada kondisi tertentu, semisal tidak ada air dan tanah untuk bersuci, ada keringanan. Adapun i’adah dan qadha shalat, tidak wajib dilakukan, kecuali ada perintah khusus untuk melakukannya.

Pendapat yang membolehkan shalat tanpa thaharah ini, baik yang mewajibkan i’adah maupun tidak, dibangun di atas konsep, “thaharah adalah syarat sah shalat”. Sedangkan yang memegang konsep, “thaharah adalah syarat wajib shalat”, seperti Malik dan Ibn Nafi’, menyatakan jika seseorang tidak mendapatkan air dan tanah untuk thaharah, maka ia tidak perlu shalat dan tak perlu qadha jika telah keluar waktunya.

Menurut mereka, orang yang tidak mampu thaharah, karena tidak ada air dan tanah, berarti ia bukan mukhathab (yang diseru) untuk mengerjakan shalat, dan ia tidak menanggung kewajiban apapun, sehingga juga tidak wajib qadha.

Namun menurut Ibn Al-‘Aththar, Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم”, menunjukkan kekeliruan pendapat ini. Berdasarkan Hadits ini, jika seseorang diperintahkan untuk melaksanakan shalat dengan memenuhi syarat tertentu, namun kemudian ada syarat yang tak bisa dipenuhi karena uzur, maka ia tetap wajib melaksanakan shalat tersebut sesuai kemampuannya. Tidak terpenuhinya syarat pada kondisi tertentu, tidak meniscayakan yang disyaratkan (dalam hal ini shalat) menjadi tidak wajib, “la yalzamu min intifa asy-syarth intifau al-masyruth”. Wallahu a’lam.

Rujukan: Al-‘Uddah Fi Syarh Al-‘Umdah Fi Ahadits Al-Ahkam, karya Imam Ibn Al-‘Aththar Asy-Syafi’i, Juz 1, Halaman 55, Penerbit Dar Al-Basyair Al-Islamiyyah, Beirut, Libanon.

Leave a Reply