Oleh: Muhammad Abduh Negara
Menurut Syamsuddin Ar-Ramli, adzan lebih utama dari menjadi imam. Bahkan menurut Az-Zayyadi, mengumandangkan adzan lebih utama dari menjadi imam sekaligus mengumandangkan iqamah. Sedangkan menurut Ibnu Hajar Al-Haitami, adzan beserta iqamah lebih utama dari menjadi imam.
Hal ini berdasarkan beberapa Hadits yang menunjukkan keutamaan adzan. Di antaranya adalah Hadits:
الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Para muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya (banyak mendapat rahmat dari Allah) pada hari kiamat.” (HR. Muslim)
Juga Hadits:
الْأَئِمَّةُ ضُمَنَاءُ وَالْمُؤَذِّنُونَ أُمَنَاءُ
Artinya: “Para imam adalah penjamin, sedangkan para muadzin adalah penjaga amanah.” (HR. Al-Baihaqi dan lainnya)
Dan amanah lebih tinggi dari jaminan (dhaman).
Juga berdasarkan Hadits:
الْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مَدَى صَوْتِهِ، وَيَشْهَدُ لَهُ كُلُّ رَطْبٍ وَيَابِسٍ
Artinya: “Seorang muadzin mendapat ampunan dari Allah sejauh suaranya terdengar, dan semua makhluk hidup dan benda mati akan menjadi saksi baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Majah)
Sedangkan Ar-Rafi’i, menguatkan pendapat, menjadi imam lebih utama dari mengumandangkan adzan, secara mutlak. Hal ini berdasarkan bukti, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan al-khulafa ar-rasyidin, senantiasa menjadi imam shalat, dan tidak mengumandangkan adzan.
Wallahu a’lam.
Rujukan: Busyra Al-Karim Bi Syarh Masail At-Ta’lim, karya Syaikh Sa’id bin Muhammad Ba’isyn Ad-Dau’ani, Halaman 159, Penerbit Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah, Jakarta, Indonesia.
Leave a Reply