Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Perayaan Hari Valentine, Boleh Atau Terlarang?

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Perayaan atau peringatan berbagai hari tertentu, jika ia tak ada kaitan dengan aspek peribadatan agama tertentu, maka ia hukum asalnya boleh, karena hukum asal perkara ‘adat (tradisi non-ibadah) itu boleh, juga tidak terkategori tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir) yang diharamkan, karena tasyabbuh yang diharamkan itu pada perkara yang menjadi ciri khas agama dan peribadatan mereka.

Inilah di antara landasan lahirnya fatwa dari Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah yang menyatakan peringatan Hari Kasih Sayang (عيد الحب) atau Hari Valentine itu tidak terlarang. Namun pada fatwa tersebut, mereka memberikan batasan (qayd) “selama tidak menyelisihi Syariat”.

Kalau kita melihat lebih lanjut fakta umumnya perayaan Hari Valentine, dengan pertimbangan bahwa hukum itu ditetapkan pada fakta yang umum (ghalib) terjadi, bukan pada yang jarang (nadir). Maka kita temukan banyaknya penyelisihan terhadap Syariat di dalamnya, seperti khalwat (berduaan), sentuh-sentuhan, pandangan dengan syahwat, dan mungkin hal-hal yang lebih bahaya, dan hal ini umum berlaku pada orang yang pacaran. Fakta, Hari Valentine kebanyakan diperingati oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang pacaran.

Jika mengacu pada fakta ini, meski hukum asal perayaan pada perkara ‘adat tidak terlarang, tapi ia menjadi terlarang jika mengandung banyak hal yang menyelisihi Syariat di dalamnya, apalagi penyelisihan ini ghalib (umum) terjadi dan sulit dibayangkan ada perayaan valentine tanpa hal-hal yang munkar tersebut.

Mengacu pada fatwa Dar Ifta Jordania, yang menyatakan rasa cinta itu tidak terlarang, namun hal-hal yang dilakukan sebagai bentuk pelampiasan rasa cinta itu yang sangat mungkin terlarang. Cinta tidak terlarang, tapi berkhalwat, bersentuhan, peluk-pelukan, ciuman, pandangan dengan syahwat, dan lain-lain terhadap lawan jenis non-mahram itu yang haram.

Jadi dengan mengacu pada fakta umumnya perayaan Hari Valentine, dan fatwa dari banyak ulama dan lembaga fatwa, maka meninggalkan perayaan ini dan mengikuti fatwa keharamannya, jauh lebih selamat bagi diri, kehormatan, dan agama kita, yang itu merupakan tujuan dari Syariat yang dharuri.

Wallahu a’lam bish shawab.

Leave a Reply