Oleh: Muhammad Abduh Negara
Sebagaimana ada kalangan yang begitu mudah menuduh sebagian muslim sebagai radikal fundamentalis, ada juga yang bermudah-mudahan menuduh beberapa muslim sebagai liberal.
Radikal fundamentalis, ini istilah yang digunakan tanpa standar yang jelas. Kita punya istilah yang lebih jelas, yaitu ghuluw (berlebih-lebihan), di antara cirinya, terlalu kaku dan mudah memvonis sesat bahkan kafir kepada muslim lain, tanpa bukti yang terang tanpa kesamaran. Sikap ghuluw ini penyimpangan, harus kita hindari dan kita jauhi.
Namun tak bisa kemudian dibuat tuduhan, semua pihak yang pro Islam politik, formalisasi Syariah, negara Islam, dll, sebagai orang-orang yang ghuluw. Keinginan untuk tegaknya Syariah itu perkara yang masyru’ dan wajib. Yang penting dalam perwujudannya, memperhatikan aspek maslahat dan mafsadat, tidak ‘grasak-grusuk’ yang malah menimbulkan mafsadat yang lebih besar.
Di sisi lain, sebagian orang yang semangatnya kelewatan (baca: offside), begitu mudah menuduh seseorang sebagai liberal, hanya karena tak satu pandangan dengan kelompoknya, atau beda pandangan politik (khususnya politik elektoral) dengan tertuduh.
Liberalisme Islam, seperti yang diusung JIL dan teman-temannya, bertujuan menghilangkan sakralitas agama, sakralitas nash dan Syariat, sehingga wacana mereka sering menghantam ilmu-ilmu yang sudah kokoh dalam Islam, seperti ushul fiqih, atau menghantam hal-hal yang tsawabit, seperti konsep hanya Islam diin yang benar, pembagian waris, dll.
Boleh kita katakan, itulah gambaran sederhana suatu ide dianggap liberal atau tidak. Kalau hanya beda pilihan politik, beda analisa terhadap beberapa fakta, beda pandangan dalam beberapa persoalan cabang, dan semisalnya, tentu tak layak pihak lawan dituduh liberal.

Leave a Reply