Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Boleh Saja, Namun Tidak Wajib

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Apakah seseorang boleh secara khusus menabung, agar bisa berangkat haji atau umrah? Jawabannya, boleh-boleh saja. Pada dasarnya, seorang muslim (yang rasyid dan tidak mahjur ‘alaih) boleh mengalokasikan hartanya pada hal apapun, selama bukan pada perkara yang dilarang, dan selama tidak mengabaikan kewajiban.

Namun, menabung agar bisa berangkat haji atau umrah itu, tidak wajib. Yang diwajibkan untuk berangkat haji dan umrah (menurut pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah yang mewajibkan umrah) adalah yang mampu, termasuk mampu secara finansial. Artinya, yang belum mampu, tidak diwajibkan berangkat haji dan umrah, dan tidak diwajibkan untuk memiliki kemampuan tersebut. Hal ini pernah saya ulas dulu.

Hal yang serupa, bolehkah pengurus dan ta’mir masjid, membantu masyarakat sekitar, dengan misalnya menyediakan makan gratis, sembako gratis, dan berbagai layanan lainnya? Jawabannya, boleh-boleh saja. Berbuat baik kepada sesama muslim, merupakan hal yang masyru’, hukumnya antara wajib dan mandub, sesuai jenis dan karakteristik kebaikan tersebut, dan hukum ini berlaku juga bagi pengurus dan ta’mir masjid (sebagai individu muslim). Yang penting, dana yang dialokasikan tepat. Contohnya, dana waqaf untuk pemeliharaan bangunan masjid atau untuk kebutuhan harian masjid, tentu tidak bisa sembarang dialihkan pada alokasi lain.

Namun, apakah masjid diwajibkan oleh syariat untuk menyejahterakan masyarakat di sekitarnya? Jawabannya, tidak. Itu bukan tugas masjid. Berbuat baik kepada sesama muslim, apalagi tetangga dan kerabat dekat, adalah tugas seorang muslim, bukan tugas masjid. Yang juga bertanggung jawab adalah pemangku kebijakan, yaitu pemimpin negara, serta struktur pemerintahan sampai tingkat paling bawah. Mereka lah, yang diamanahi untuk mengurusi urusan umat Islam.

Karena itu, dulu saya pernah menulis, jangan salahkan masjid, saat ada muslim di lingkungannya yang kelaparan. Harusnya yang perlu diminta tanggung jawab adalah, lurah atau kepala desa, serta RT dan RW, yang memang diamanahi untuk memperhatikan hal tersebut. Yang juga bertanggung jawab adalah individu muslim yang menjadi tetangga dan kerabatnya. Mengapa satu entitas bernama “masjid” yang malah disalahkan?

Kembali lagi, kalau mau menabung agar bisa haji dan umrah, atau bekerja keras agar dapat harta melimpah sehingga bisa menunaikan zakat serta berangkat haji dan umrah, silakan saja. Tapi hal itu bukan kewajiban, dan jangan mewajibkan orang lain untuk melakukannya, apalagi bawa-bawa ajaran agama, yang disampaikan secara keliru. Kalau ada pengurus masjid yang memberikan berbagai layanan sosial kepada masyarakat sekitarnya, silakan saja. Itu adalah sebuah kebaikan, selama dana yang digunakan tepat. Tapi jangan mewajibkan pengurus masjid lain untuk melakukan hal yang sama, karena itu bukan tugas dan kewajiban entitas bernama “masjid”.

Leave a Reply