Oleh: Muhammad Abduh Negara
Sekian tahun lalu, saya pernah diminta mengisi kajian online secara rutin pada sebuah kelompok pengajian. Kelompok pengajian tersebut juga mengundang beberapa ustadz lain menjadi pengisi tetap.
Pada awalnya, kelompok pengajian tersebut terafiliasi pada satu komunitas tertentu yang punya berbagai pandangan khas, dan terbilang cukup kaku pada sekian isu. Saya mengajar fiqih saat itu. Ketika itu, pelan-pelan saya mencoba menawarkan kekayaan perspektif kepada mereka, agar tidak terlalu kaku dan ‘kokoh’ tidak pada tempatnya.
Namun, sepertinya cara saya yang mencoba mengajak ke ‘tengah’ saat itu tidak cukup agresif. Beberapa waktu kemudian, kelompok pengajian tersebut malah beralih afiliasi ke –boleh dikatakan– lawan afiliasi lamanya, karena terpengaruh oleh pengajar lain yang tampaknya cukup agresif mengayomi mereka. Uniknya, pengajar tersebut pun juga baru saja pindah afiliasi dari afiliasi lamanya.
Saat itu saya cukup terkejut atas perubahan drastis kelompok pengajian tersebut, dari afiliasi lama beralih ke afiliasi baru, dua afiliasi yang sering berseteru, baik dalam kitab maupun dalam dunia nyata dan dunia maya. Upaya pelan-pelan saya untuk memperkaya perspektif dan mengajak mereka ke ‘tengah’, ternyata kalah telak dibandingkan yang mengajaknya jauh ke seberang dengan pendekatan yang jauh lebih agresif. Hehe…
Faktanya, cukup banyak orang yang tidak cukup sabar dan kurang bisa memahami ketika diajak untuk memperkaya wawasan dan perspektif, dengan menjelaskan konsep secara utuh, tanpa upaya untuk mengajaknya ke kiri dan kanan secara ekstrem. Mereka lebih senang sikap yang jauh lebih jelas dan lugas, “Anda ini di kiri atau di kanan?”, “Anda ini pro A atau anti A?”.
Penjelasan panjang lebar, untuk membuka kekusutan cara berpikir, tanpa memberikan jawaban tegas, lugas dan trengginas, tampaknya sulit mereka terima. Mereka mungkin bingung, “Saya ini mau diajak ke mana?”, mereka juga mungkin akan menuduh sang penutur sebagai plinplan dan kebanyakan teori, tanpa kejelasan sikap. Mereka lebih senang ungkapan yang vulgar, “Itu sesat, ini yang lurus!”, “Anda sekarang di kelompok sesat, ayo pindah ke kelompok kami yang pasti selamat!”, dan semisalnya.

Leave a Reply