Oleh: Muhammad Abduh Negara
Syaikh al-Albani menyelisihi kesepakatan umat Islam, ketika menyatakan tidak bolehnya melaksanakan shalat tarawih lebih dari 13 rakaat, bahkan beliau dengan tegas menyatakan bahwa hal itu bid’ah.
Di antara argumen al-Albani adalah, semua riwayat tentang shalat tarawih 20 rakaat di zaman ‘Umar radhiyallahu ‘anhu dianggap syadz karena menyelisihi riwayat Imam Malik, yang menunjukkan bahwa umat Islam shalat tarawih di masa ‘Umar 11 rakaat.
Menurut Dr. Fadhl Murad, klaim syadz terhadap (salah satunya) riwayat ‘Abd ar-Razzaq ini terlalu berlebihan, karena zhahirnya ia shahih dan para ulama pun sepakat akan keshahihannya, dan tidak ada yang mencela (mendhaifkan) riwayat ini sebelum al-Albani.
Kadang al-Albani hanya menukil penilaian sebagian ulama Hadits atas dhaifnya seorang rawi, namun tidak menukil pendapat ulama Hadits lain yang mentsiqahkannya.
Al-Albani juga melemahkan rawi tsiqah yang merupakan periwayat Hadits Shahihayn, seperti Yazid bin Khushaifah, dan menyebutnya munkarul Hadits dan idhthirab, padahal para ulama sepakat bahwa beliau tsiqah, serta al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan Hadits darinya dalam Shahih mereka.
Dr. Fadhl Murad menyebutkan sekian argumentasi dari sisi ilmu Hadits, untuk menunjukkan lemahnya argumentasi al-Albani yang melemahkan semua riwayat tentang shalat tarawih 20 rakaat di masa para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
Menurut beliau, pendapat al-Albani ini lemah dari tinjauan ilmu Hadits, sekaligus menyelisihi kesepakatan ulama dari generasi ke generasi, sejak masa shahabat, tabi’in dan seterusnya, hingga masa kita sekarang.
(Ma’alim al-Ijtihad fi Fiqh al-‘Ashr – Fiqh ash-Shiyam, Dr. Fadhl Murad)
Catatan M4N:
1. Yang diingkari oleh Dr. Fadhl Murad dan banyak ulama di sini adalah, klaim bid’ah dan tidak bolehnya shalat tarawih (dengan witirnya) lebih dari 13 rakaat. Adapun yang ingin mengerjakannya 11 atau 13 rakaat, tanpa mengklaim tidak boleh dan bid’ahnya yang lain, maka tak mengapa. Wallahu a’lam.
Catatan M4N (update):
2. Imam Ahmad punya dua qaul atas Yazid bin Khushaifah, yang pertama tsiqah, yang kedua munkarul Hadits. Al-Albani mengambil qaul kedua Imam Ahmad ini, dan meninggalkan qaul pertama beliau, dan penilaian para ulama Hadits lainnya.
Padahal menurut Dr. Fadhl Murad, tidak ada seorang pun ulama Hadits yang menyatakan riwayat Yazid terkait shalat tarawih ini, bagian dari riwayatnya yang munkar.
3. “Kadang al-Albani hanya menukil penilaian sebagian ulama Hadits atas dhaifnya seorang rawi, namun tidak menukil pendapat ulama Hadits lain yang mentsiqahkannya.”, ini contohnya pada Abu Ja’far ar-Razi. Al-Albani hanya berpegang pada keterangan at-Taqrib dan para ulama yang mendhaifkannya saja, dan tidak menyebutkan pentsiqahan sekian ulama Hadits lainnya, seperti Yahya bin Ma’in, ‘Ali bin al-Madini, dan lainnya. Demikian kata Dr. Fadhl Murad.
Leave a Reply