Oleh: Muhammad Abduh Negara
Hukum menjual makanan kepada orang kafir di siang hari Ramadhan, yang ghalabatuzh zhan akan dia makan di siang itu juga, merupakan ranah khilaf di kalangan ulama.
Perbedaan utamanya adalah tentang status orang kafir itu sendiri, apakah ia diseru (mukhathab) dengan furu’ syariat atau tidak. Furu’ syariat ini maksudnya shalat, puasa, zakat, haji, jihad, dan lain sebagainya. Ulama khilaf dalam hal ini.
Yang menyatakan, orang kafir tidak diseru dengan furu’ syariat, maka tidak terlarang bagi mereka makan di siang hari Ramadhan. Konsekuensinya, tidak terlarang juga bagi seorang muslim menjual makanan di siang hari Ramadhan kepada mereka, karena tidak ada unsur tolong-menolong dalam kemaksiatan di sini.
Yang menyatakan, orang kafir diseru dengan furu’ syariat, terbagi dua. Ada yang menyatakan bahwa ini tidak berkonsekuensi apapun di dunia, dan konsekuensinya hanya di akhirat saja. Jadi bagi mereka, boleh saja seorang muslim menjual makanan kepada orang kafir, meski jika mereka makan di siang hari Ramadhan, mereka akan mendapat hukuman di neraka nanti.
Yang kedua menyatakan, ada konsekuensi di dunia, yaitu seorang muslim tidak boleh menolong mereka melakukan pelanggaran terhadap furu’ syariat tersebut. Menurut pendapat ini, orang kafir memang tidak perlu disuruh puasa saat mereka masih kafir, karena toh itu tidak sah juga, namun bukan berarti seorang muslim boleh membantu atau menolong mereka untuk tidak puasa saat siang hari Ramadhan, seperti menyajikan makanan atau menjual makanan kepada mereka.
Yang terakhir ini, merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Ini hukum menjual makanan di siang hari Ramadhan.
Ada persoalan lain, yaitu tentang menjaga kehormatan bulan Ramadhan. Pertanyaannya, apakah membuka warung makan di siang hari Ramadhan, dengan kemungkinan ada orang yang tak punya uzur membeli makanan di sana dan memakannya siang itu juga, terkategori merusak kehormatan bulan Ramadhan, dan itu diharamkan?
Pertanyaan berikutnya, apakah hal ini dibedakan antara, balad (wilayah/kawasan) mayoritas muslim dengan balad mayoritas non-muslim? Lalu, bagaimana dengan balad yang masyarakatnya majemuk, muslimnya banyak, non-muslimnya juga banyak?
Pertanyaan berikutnya, lalu apa tugas ulil amri di sini?

Leave a Reply