Oleh: Muhammad Abduh Negara
Sebagian orang berpikiran seperti ini:
“Saya tidak suka dengan tradisi feodal yang berkembang dalam hubungan para habaib dengan masyarakat muslim jelata seperti kita. Namun karena para habaib itu adalah keturunan Nabi, maka tradisi feodal semacam ini wajib kita ikuti, sam’an wa tha’atan. Maka satu-satunya cara untuk menghentikan tradisi feodal semacam ini, adalah membatalkan nasab para habaib tersebut. Dan inilah saatnya.”
Apa masalah dari orang yang berpikiran semacam ini?
1. Dia membahas soal nasab, tanpa memahami dasar keilmuannya sama sekali. Cuma ikut-ikutan saja, yang penting tujuan untuk menghabisi tradisi feodal yang berkembang, bisa tercapai.
2. Keabsahan nasab para habaib dan tradisi feodal yang berkembang di kalangan mereka, sebenarnya bukan sesuatu yang talazum. Jika tidak suka tradisi feodal tersebut, tinggal dikritisi poin tersebut, dari dalil-dalil dan qaul para ulama mu’tabar, tanpa harus masuk pada pembahasan nasab tanpa ilmu.
Sebagai contoh, ungkapan, “Lebih baik belajar pada 1 habib yang bodoh, dibandingkan belajar pada 70 kiyai (non habib) yang alim”. Kritik saja ungkapan ini, dengan semisal mempertanyakan:
1. Apakah ungkapan ini ada dasarnya dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ atau Qiyas?
2. Apakah ungkapan ini ada pijakan, misalnya dari ulama mu’tabar semisal imam yang empat dan lainnya?
3. Apakah ungkapan ini sesuatu yang bisa diterima dalam penalaran akal?
Dan seterusnya.
Atau pemahaman sebagian kalangan, bahwa tidak boleh mengingkari kemungkaran yang dilakukan oleh oknum habib, karena itu akan menyakiti hati datuknya, yaitu Rasulullah. Maka jawab saja, dengan Hadits shahih dari Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam sendiri:
لو أنَّ فَاطِمَةَ بنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Artinya: “Seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, aku akan potong tangannya.”
Jadi, kalau benci tradisi feodal tersebut, kritik saja tradisi tersebut. Toh Islam itu agama ilmu, agama yang dilandasi oleh burhan dan bayyinah, bukan sekadar indoktrinasi yang menutup akal. Jika tradisi itu salah, tentu kita bisa menunjukkan bahwa ia memang salah.
Namun jika kebencian terhadap tradisi itu, membuat anda melakukan tindakan berlebihan, sampai membatalkan nasab tanpa landasan ilmu yang memadai, ini adalah keburukan. Keburukan pertama, karena bicara tanpa ilmu. Keburukan kedua, karena anda berupaya memutuskan hubungan nasab antara Rasulullah dengan keturunan beliau, tanpa bukti yang kuat.
Shalawat dan salam atas Rasulullah, pembawa cahaya yang menyinari dunia, juga kepada shahabat dan aalu beliau seluruhnya.

Leave a Reply