Oleh: Muhammad Abduh Negara
Berikut ini ringkasan fatwa Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, salah satu ulama rujukan salafi dari Yaman:
1. Mengkritik dan menasehati penguasa secara terbuka berbeda dengan memprovokasi rakyat untuk memberontak pada penguasa.
2. Mengkritik penguasa secara terbuka tidak dilarang, dan Hadits yang memerintahkan menasehati secara tertutup itu lafazhnya syadz.
3. Memberontak kepada penguasa haram hukumnya, kecuali nampak kekufuran yang nyata (kufran bawahan) pada penguasa tersebut.
4. Jika muncul kekufuran yang nyata pada penguasa, apakah wajib khuruj (keluar) dari penguasa tersebut? Jawabannya mempertimbangkan kondisi dan kemampuan umat Islam saat itu.
(Sumber: https://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3719)
Catatan Tambahan:
1. Sebagian orang mungkin akan berkata, perkataan ulama bukan dalil. Dan ini benar. Cuma sayangnya, kadang ungkapan ini digunakan hanya saat berhadapan dengan fatwa dan pendapat yang tidak sesuai dengan keinginannya.
2. Untuk tema menasehati penguasa secara terbuka, banyak riwayat yang menunjukkan adanya kritik terbuka terhadap penguasa di era Shahabat dan Tabi’in.
3. Istilah “memberontak” atau “khuruj” dalam ranah fiqih klasik, biasanya menunjukkan pada perlawanan bersenjata. Jadi sebagian rakyat keluar dari ketaatan dan kemudian mengangkat senjata melawan penguasa.
Istilah ini agak sulit dibawa pada mekanisme demokrasi saat ini, semisal pemakzulan ataupun tuntutan mundur dari rakyat.
4. Kita tidak mengatakan demonstrasi itu boleh secara mutlak atau dilarang secara mutlak, tapi semuanya tergantung sisi maslahat dan mafsadatnya, serta damai atau anarkisnya aksi demonstrasi tersebut.
Wallahu a’lam.

Leave a Reply