Meniti Jalan Para Ulama - Blog Pribadi Muhammad Abduh Negara

Fikrah

Tidak Paham Madzhab Syafi’i

Oleh: Muhammad Abduh Negara

Saya tidak anti dengan fiqih tarjih, baik tarjih muhammadiyah, persis, salafi albani, dll. Meski, mengikuti anjuran banyak sekali ulama, dalam konteks tafaqquh, belajar via jalur madzhab dengan disiplin madzhab tersebut, adalah pilihan yang terbaik. Dan harus diakui, sulit menemukan kurikulum belajar fiqih yang lengkap dan berjenjang, serta teruji kualitasnya, di luar madzhab-madzhab fiqih yang ada.

Dan konsekuensi logis dari belajar mengikuti madzhab tertentu, adalah mengamalkan madzhab tersebut. Belajar ilmu tentu untuk mengamalkannya. Namun, ini bukan berarti tidak boleh sama sekali mengamalkan pendapat di luar madzhab. Hal ini sudah saya singgung pada tulisan saya di majalah FIQIH edisi 3.

Adapun dalam konteks fatwa, metode tarjih sebenarnya sudah merupakan keniscayaan di masa sekarang, baik murni tarjih, seperti yang berlaku di Muhammadiyah, Persis, sebagian ulama salafi, Dar Ifta Mishriyyah, dan Majma’ Fiqh Islami. Maupun yang berbasis madzhab tertentu, namun kadang mengambil pendapat di luar madzhab pada kondisi tertentu, seperti yang berlaku pada fatwa-fatwa di kalangan NU, atau di luar negeri, semisal fatwa-fatwa dari Dar Ifta Yordania.

Nah, yang saya kritisi di status sebelum ini adalah, pengajaran kitab fiqih madzhab Syafi’i, tapi diajarkan oleh orang yang tidak memahami seluk beluk madzhab tersebut, bahkan rekam jejaknya cenderung menganggap banyak pendapat Syafi’iyyah tidak dilandasi dalil, atau mengklaim Syafi’iyyah banyak menyelisihi Imam Asy-Syafi’i, tanpa penelitian yang memadai.

Khawatirnya, pengajaran seperti ini, membuat orang-orang merasa paham fiqih Syafi’i, padahal faktanya tidak. Kemudian mengeluarkan banyak ungkapan ajaib, yang terkesan kritis, ilmiah dan melampaui para ulama Syafi’iyyah di masa lalu. Seakan mereka lebih paham fiqih Asy-Syafi’i dibandingkan Ar-Rafi’i, An-Nawawi, Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari, Ibnu Hajar Al-Haitami, Ar-Ramli, Al-Bajuri, dan lainnya.

Kalau mau mengkritik pendapat madzhab Syafi’i, silakan saja. Tapi harus jujur. Jangan membawa kutipan dari kitab fiqih Syafi’i, tapi dengan pemaknaan yang tidak benar, serta pemotongan kalimat yang tidak tepat. Ini khianat ilmiah namanya.

Leave a Reply